Salah satu cara menghemat biaya jalan-jalan adalah mengambil bus malam ketika berpindah kota. Inilah yang saya lakukan ketika traveling dari Ho Chi Minh City (Vietnam) ke Phnom Penh (Kamboja), lalu dari Phnom Penh ke Siem Reap, menembus perbatasan Vietnam dan Kamboja.
Dari hasil bolak-balik ke agen perjalanan di daerah Pham Ngu Lao, District 1, HCMC, ternyata tidak semuanya menawarkan bus malam. Hanya beberapa saja, dan berangkatnya jam 23.30. Harga yang ditawarkan juga beragam, tapi saat itu, awal Maret 2015, harga termurah yang saya dapatkan adalah $12. Dan sepertinya, walaupun beli tiket di tempat berbeda, bus yang berangkat, ya, itu itu juga, Kampuchea Angkor Express. Ltd.
Bagian yang tidak enak ketika memilih bus malam adalah harus menunggu jemputan di depan kantor penjual tiket yang sudah tutup, tanpa ditemani. Maksudnya, kalau hanya kita sendiri calon penumpang yang membeli tiket di agen tersebut. Apa yang saya lakukan sambil menunggu bus, bisa dibaca di sini.
Mendekati waktu yang dijanjikan, saya didekati seorang pria. Dialah tukang jemput saya. Dipikir, saya akan langsung naik bus. Rupanya, kami berjalan kaki menyusuri jalan raya daerah Pham Ngu Lao. Saya tidak sendiri, ternyata. Di tengah jalan, saya bertemu traveler lain yang juga sedang menunggu jemputan si ‘abang’ ini. Setelah itu, beramai-ramailah kami berjalan menuju sebuah kantor agen travel, yang berada di seberang terminal bus menuju Cu Chi Tunnel.
Sudah banyak orang di sana, ternyata. Kami disuruh mengumpulkan paspor dan mengisi kartu imigrasi. Bagi penumpang yang bebas visa ke Kamboja, seperti Indonesia, kartu kedatangan ini tidak wajib diisi. Tapi bagi mereka yang membutuhkan visa, selain kartu kedatangan, ada form lain yang harus diisi, lengkap dengan pasfoto dan uang $25.
Saat itu saya juga melihat ada yang baru datang dan langsung membeli tiket. Untung ada. Saya, sih, belinya tadi siang karena khawatir kehabisan tiket, secara short-term budget traveler.
Setelah urusan isi mengisi data ini selesai, barulah kami semua menuju bus.
Bagi yang mencari kenyamanan, saya sarankan untuk tidak berangkat malam. Dari luar, busnya terlihat usang, dan walaupun diberi nomor tempat duduk, itu tidak berlaku ketika sudah naik bus. Awalnya saya sempat bingung mencari nomor tempat duduk karena gelap, tapi karena keneknya ngomong silahkan duduk sembarang, ya sudah, duduk di tempat terdekat saja.
Saya sempat kaget ketika menyadari bentuk tempat duduknya. Baru kali itu saya naik sleeper bus. Yang saya bayangkan, ada celah antar sleeper penumpang, jadi pas kebagian duduk di samping jendela, kita tidak perlu melewati orang di sebelah kita. Ini, setiap mau turun dan naik, saya harus permisi dulu, belum lagi soal alas kaki yang juga harus diamankan. Ribet pokoknya.
Sleeper-nya busa berlapis kulit cokelat, untuk dua orang penumpang, dan lumayan nyaman untuk tidur dan duduk bersandar. Disediakan selimut, ada AC tapi ngadat, dan tidak ada bagasi, jadi semua tas penumpang ditumpuk di bangku bagian depan. Untung penumpangnya nggak penuh. Untuk alas kaki, disediakan kresek. Penampakan busnya memang dua tingkat, tapi kami semua ada di lantai atas.
Seperti yang dibilang oleh penjual tiket, setelah berjalan sekitar dua jam dari HCMC, bus berhenti di depan pagar kantor imigrasi Vietnam di Moc Bai. Tidak ada aba-aba dari kondektur, kami harus bagaimana. Secara gelap, dan sudah tahu bakal begini, penumpang pun hanya berdiam di dalam bus. Tidur, menunggu pagi.
Bagi yang mau keluar, silahkan saja. Yang kebelet buang air, ya, cari saja tempat tertutup di sekitar sana, seperti yang saya lakukan bersama seorang bule ketika pagi, sebelum gerbang dibuka. Kami sama-sama mau pipis dan mencari tempat tertutup hingga ke halaman kantor imigrasi yang pagarnya bisa dilewati. Karena mungkin tidak mau berjalan lebih jauh mencari toilet, dia pun langsung jongkok di balik tembok pagar, dan langsung saya tiru, tapi tentunya tidak berdekatan. Ooo… ternyata pikiran kita sama, batin saya. Kalau nggak mikir ini tempat terbuka, sudah dari tadi saya pipis di pojokan, pas masih gelap.
Saat itu tidak terlalu ramai walapun ada beberapa kendaraan lain selain bus kami. Anehnya, saya tidak melihat bus lain, makanya saya berkesimpula bahwa hanya bus ini yang berjalan malam. Di sekitar, sekilas saya perhatikan, tidak ada apa-apa, hanya tanaman dan beberapa kios kecil. Dan bagi yang ingin menukar uang, ada banyak penukaran dolar keliling di sini. FYI, mata uang yang berlaku di Kamboja adalah $US, selain mata uang lokal yang nilai tukarnya sangat rendah.
Sekitar jam enam, pagar pun dibuka. Meskipun jarak antara pagar dan pintu masuk kantor imigrasi tidak jauh, penumpang tetap disuruh kembali ke dalam bus. Setelah penumpang diturunkan, bus akan menunggu di parkiran. Selanjutnya, kami langsung menuju kantor imigrasi Kamboja di Bavet, yang bangunanya sudah terlihat jelas dari halaman belakang kantor imigrasi Vietnam.
Secara keseluruhan, proses imigrasi di perbatasan kedua negara ini sangatlah mudah. Hanya berbaris antre di depan counter, lalu paspor dicap, dan langsung menuju keluar. Petugasnya tidak banyak omong.
Dari sini, perjalananpun dilanjutkan sampai ke Phnom Penh. Mulai terlihat jelas perbedaan pembangunan di kedua negara. Biasa merasakan aspal di Vietnam, berganti dengan jalan berdebu di sebagian area Kamboja. Jangan heran kalau bus lajunya pelan dan perjalanan molor dari perkiraan. Inilah pentingnya membawa bekal.
Tapi, di daerah perbatasan ini banyak gedung-gedung besar yang konon adalah kasino. Ironi, memang.
Untunglah bus sempat berhenti untuk mengisi bahan bakar, sehingga bisa ke toilet. Dan bagi yang kelaparan, tersedia mini market, yang juga bisa digunakan sesaat untuk ngadem di depan AC.
Yang paling menarik dalam perjalanan ini adalah kami harus menyeberangi Sungai Mekong di Kamboja. Jadi, seperti kapal ferry, bus kami diangkut oleh angkutan sungai. Haha… cukup deg-degan juga karena jalanan yang tidak rata, dan kapalnya sangat sederhana. Syukur, hanya beberapa menit.
By the way, spending a night at the border was not really bad.
Halo.. Salam kenal..
Saya juga bentar lagi maw ke Kamboja, dan mencari2 bus malam dari HCM ke Pnom Penh, tapi dari beberapa operator bus yang bisa book online, sudah tidak ada lagi bus malam, seperti cat mekong expres, soraya, sinhtourist gitow.. makanya saya akhirnya book 1 malam hotel di PP, padahal pengennya nyampe subuh di PP trus malamnya langsung ke SR, jd ga usah nginep.
Mau tanya Mba, apabila qta care2 pas di HCM, apakah masih ada operator bus untuk jadwal malam dr HCM ke PP?
Makasih.
Pengalaman saya di atas, nyarinya on the spot, kok. Tapi memang gak semua agen menyediakan tiket bus malam ini, jadi harus betah nyari. Dan sebenarnya, mau booking di agen mana aja, busnya bakalan sama, harganya aja yg beda. Dan kalo pegi malam gak akan bisa sampe subuh krena imigrasinya tutup. Sampe PP pasti siang.
Berarti nyebarang dari Bengkulu ke Enggano lebih gregret gimana gitu ya dari nyebrang sungai mekong? 😀
Satunya samudera, satunya sungai.