Pasti banyak yang belum pernah ke Bengkulu, kan?
Atau malah nggak tahu ada kota yang namanya Bengkulu di Indonesia ini. Anggaplah tahu, apa pernah kepikiran ke sana?
Hehehe… Bingung, ya, jawabnya.
Nggak apa-apa, deh… Mungkin emang sudah amanahnya saya menyampaikan tentang kota kelahiran saya ini ke pembaca semua. Kali-kali aja pada dapat hidayah, dan langsung beli tiket menuju kota berjuluk Bumi Rafflesia ini. Nggak usah lama-lama, barang satu dua hari cukup, kok. Tapi jangan salahkan saya, kalau akhirnya jadi extend.
Ada banyak penerbangan langsung dari Jakarta ke Bengkulu, termasuk juga bus. Tapi perbedaan waktu tempuhnya sangat jauh berbeda. Dengan pesawat dari Jakarta, Batam, dan Palembang, hanya sekitar satu jam, sementara dengan bus bisa sehari semalam. Mau pilih yang mana?
Ketika sampai di Bengkulu ada banyak transportasi umum yang tersedia, dari taksi sampai angkot. Semuanya sangat gampang ditemui dan jalurnya melewati jalan-jalan utama. Jangan khawatir nyasar.
Kalau hanya punya waktu kurang dari dua puluh empat jam di Bengkulu, paling cuma bisa ke beberapa tempat yang ada di sekitar kota, mencoba beberapa kuliner, lalu belanja oleh-oleh. Itu sangat cukup, karena lokasi wisata dan pusat jajanannya berdekatan satu sama lain. Apalagi jalanannya lancar, bebas macet.
Pantai Panjang merupakan destinasi wisata andalan dan juga ruang terbuka publik yang sangat luas di Kota Bengkulu. Seperti namanya, pantai berpasir putih dengan ribuan tanaman cemaranya ini terbentang luas menghadap langsung ke Samudera Hindia. Tempat yang sangat cocok dijadikan lokasi nongkrong sambil menikmati air kelapa muda yang segar dan dibelai desir angin, ditambah iringan deru ombak yang menari lincah. Lalu, pada malam hari bisa mencoba odong-odong yang full music dan full color.
Saat ini, Pantai Panjang sedak sibuk berbenah agar makin ciamik dan semua pengunjung makin betah menghabiskan waktunya di sini.
Di ujung Pantai Panjang, ada kawasan Tapak Paderi tempat orang biasa latihan surfing atau menghabiskan sore. Di sebelahnya ada Pantai Z(j)akat, tempat yang aman untuk berenang dan tersedia aneka permainan air, seperti banana boat, canoe, dan penyewaan ban. Bermain air sambil menunggu matahari tenggelam dan menikmati jajanan adalah kegiatan utama di sekitar sini.
Selain pantai, Kota Bengkulu kaya akan wisata sejarah. Hanya beberapa langkah dari Tapak Paderi, berdiri kokoh Benteng Malborough, peninggalan pasukan Inggris pada masa perjuangan dulu. Di dalam benteng ini ada satu ruangan yang dulu digunakan sebagai ruang interogasi Soekarno, saat diasingkan di Bengkulu. Sayangnya, tidak banyak yang bisa di lihat di tiap rungan yang ada, hanya ruang kosong. Namun, sebagai penyejuk di antara beton berwarna putih pudar tersebut, ada halaman tengah yang dipenuhi rumput hijau dengan barisan meriam yang asyik dijadikan spot berfoto.
Bagian atas benteng adalah spot favorit saya untuk menikmati Tapak Paderi dengan lebih leluasa. Dan menjelang malam, ini adalah tempat terbaik untuk menikmati senja. Oh iya, pada 9 Maret 2016, ini adalah lokasi utama untuk menyaksikan gerhana matahari sebagian yang melewati Bengkulu.
Dari sana, bisa melipir ke Danau Dendam Tak Sudah. Seram, ya kedengarannya. Tapi katanya itu diambil dari kata dam yang tak selesai dibangun, Dam Tak Sudah. Entah mengapa bisa berkembang dan terkenal dengan nama Dendam Tak Sudah.
Danau ini terletak persis di pinggir jalan raya. Airnya sangat tenang dan gelap hingga terkesan misterius. Ada perahu kecil tertambat di sana bagi yang ingin mencoba mendayung ke tengah. Sesekali tampak juga nelayan yang sedang menjaring ikan. Tidak jauh dari tepi danau terlihat hamparan daun teratai yang beberapa di antaranya berbunga.
Danau Den(dam) Tak Sudah sangat luas, dan termasuk ke dalam Taman Wisata Alam yang dilindungi karena merupakan daerah resapan air yang masih banyak dihuni oleh spesies endemik. Bagi yang ingin menikmati pemandangan danau saja, bisa duduk-duduk di pinggirnya sambil menyantap jajanan yang dijual pedagang di seberang jalan.
Saat musim batu cincin, daerah ini ramai oleh pedagang dan kolektor batu akik. Dan saat ada fenomena gerhana matahari total kemarin, tempat ini juga menjadi salah satu lokasi pengamatan oleh warga, termasuk saya. Dan saat itu saya juga baru tahu bahwa di sini pemandangan matahari terbitnya sangat cantik.
Kawasan lain yang juga menarik untuk dieksplorasi adalah sepanjang Jalan Soeprapto yang merupakan pusat perbelanjaan utama di kota ini, sebelum mal berdiri. Ada baiknya menyusuri jalan ini dimulai dari ujung, yaitu Simpang Lima hingga mendekati Masjid Jamik yang merupakan cagar budaya karena ada sentuhan S
oekarno dalam proses pembangunannya. Dari sini, bisa kembali dengan berjalan di sisi seberangnya, melihat-lihat isi toko atau mencicipi makanan pinggir jalan.
Soal kuliner, jangan ditanya. Nggak ada yang enak, semuanya enak banget, khas makanan Sumatra yang pedas, asam-asam segar, dan bersantan. Tinggal pilih, pasti bikin nagih.
Sebelum pulang, tentunya harus membeli oleh-oleh, dong. Pusat oleh-oleh ada di Jalan Soekarno-Hatta, tidak jauh dari Bundaran Ratu Samban di Simpang Lima. Di sepanjang jalan ini berjejer toko makanan dan suvenir khas Bengkulu yang bisa diborong. Untuk ganjal-ganjal perut, sih, saya sangat merekomendasikan mie pangsit untuk makanan beratnya, lalu ikan pais, lempuk, perut punai, kue baytat, atau sirup kalamansi, sebagai buah tangan. Ingin membeli batik besurek, khas Bengkulu, juga banyak di sini.
Jika masih banyak waktu, di jalan ini berdiri Rumah Pengasingan Bung Karno. Di dalam rumah tersebut, pengunjung bisa melihat beberapa barang peninggalannya yang dulu biasa digunakan, seperti sepeda ontel, tempat tidur, bacaan, dan kostum pertunjukan seni. Eits, di rumah ini jadi ketahuan, loh, bahwa waktu itu beliau sudah beristrikan Ibu Inggit Garnasih. Tiba-tiba Soekarno bertemu dan jatuh cinta dengan gadis Bengkulu, Fatmawati. You know the rest of the story, kan, yaa…
Bicara tentang ibu Fatmawati, rumah keluarganya yang berupa rumah panggung kayu, berada tidak jauh dari rumah Soekarno ini. Hanya di jalan sebelah, lebih dekat dengan Bundaran Ratu Samban. Paling, dulu mereka ketemuannya pakai sepeda atau becak, saking dekatnya. Jalan kaki juga bisa, kalau mau. Yang istimewa di Rumah Ibu Fatmawati Soekarno ini adalah pengunjung bisa melihat langsung mesin jahit yang dulu digunakan beliau untuk menyatukan Sang Merah Putih. Merinding, nggak tuh.
Konon kata penjaganya, dulu mesin itu sempat dibawa ke Jakarta. Lantaran itu adalah ‘milik’ Bengkulu, maka dikembalikan lagi ke tempat asalnya.
Cukup, kan, sehari?
Belum? Baiklah, akan saya lanjutkan.
Sedikit ke sisi kota, ada pantai yang disebut Sungai Suci. Berbeda dari pantai lain, di sini berupa tebing tanah yang jika ombaknya besar, percikan airnya bisa mencapai bibir tebing. Ada satu aktifitas ekstrim nan seru di sini, yaitu menyeberangi tebing melalui jembatang gantung yang dibawahnya berderet batu besar yang sesekali diterjang ombak. Tidak terlalu tinggi dan jauh, sebenarnya, tapi lumayan bikin kaki bergetar setiap melangkah. Cobain aja.
Bagi yang hobi snorkeling, bisa juga mengambil paket ke Pulau Tikus. ada beberapa agen yang menawarkan perjalanan ke sana, lengkap dengan foto bawah airnya seharga Rp200.000. Kalau beruntung, kalian bisa bertemu nemo di sini. Paling asyik perginya pagi, supaya tidak terlalu lama tersengat matahari saat sedang seru-serunya menyelam.
Masih kurang?
Pastikan ada Rafflesia arnoldii mekar ketika main ke Bengkulu. Jarang-jarang, loh, bisa melihat bunga ini mekar sempurna, karena jatahnya hanya sekitar tujuh hari. Tempat dan waktu tumbuhnya jarang bisa diprediksi, sehingga pasti akan jadi pengalaman istimewa jika sempat melihat puspa langka ini mekar.
Biasanya bunga ini tumbuh di hutan-hutan di daerah Taba Penanjung, Bengkulu Tengah. Dengan kendaraan bermotor, paling hanya sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Bengkulu. Tempat tumbuh biasanya tidak sampai jauh ke dalam hutan. Paling hanya puluhan meter.
Satu lagi yang jangan dilewatkan adalah Festival Tabot yang diadakan setiap tanggal 10 Muharram. Rangkaian acaranya berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharram, berisi berbagai ritual yang melibatkan tokoh adat dan pemuka masyarakat di Bengkulu. Selama sepuluh hari, masyarakat dapat menyaksikan beragam pertunjukan seni dan budaya khas Bengkulu. Lalu pada malam terakhir, yang disebut malam Tabot Bersanding, penonton akan disuguhi oleh barisan tabot, yaitu bangunan kayu yang dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai menara, dan dihias dengan berbagai ornamen kertas dan cat warna-warni. Biasanya tabot-tabot tersebut mewakili beberapa kelurahan yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara ini.
Acara tahunan yang merupakan perwujudan dari upacara pemakaman Husein, cucu Nabi Muhammad saw, yang tewas dalam sebuah pertempuran ini, selalu ditunggu-tunggu warga karena selalu diramaikan dengan pasar kaget dan pasar malam. Secara harafiah, tabot atau tabuut berarti peti. Dalam peristiwa tersebut, Husein gugur dengan kondisi badan terpisah-pisah hingga harus dikumpulkan dalam peti. Nah, pada hari terakhir, saat tabot diarak dari tempatnya bersanding tadi malam menuju pemakaman di daerah Karabela, itulah simbol dari pengangkatan jenazah menuju tempatnya dikuburkan.
Bagaimana? Penasaran, ya melihat acara ini secara langsung. Bagi yang ketinggalan atau melewatkan event ini, dapat menikmati duplikat tabot, berupa tugu yang ada di beberapa persimpangan jalan di Kota Bengkulu. Bentuknya persis seperti tabot yang biasa dibuat para peserta setiap tahunnya, juga dicat warna-warni.
Seru, ya, Bengkulu.
Sehari kayaknya kurang deh 😀
Cobain, deh.
Harusnya seminggu baru puas 🙂
Pengenn ke bengkulu..semoga bisa ya suatu saat nanti..thanks ulasannya mba
Pasti bisa.
Pingin ke Bengkulu, tapi bener nggak ya kalau Bengkulu termasuk sering gempa?
Kalo tiap hari sih nggak, mbak.
Anda telah sukses membuat saya merengek guling2 pengen pulang kampung! *ketjup*
Hehe seru ya Bengkulu