Dari Tanah Sumatera ke Tanah Papua

Apa sih yang terbayang kalau saya mengajak kalian ke Bengkulu?

Jangan bilang mau cari batu red rafflesia, ya.

Selain identik dengan tempat tumbuhnya bunga rafflesia arnoldy, Bengkulu merupakan kota yang menyimpan banyak daya tarik wisata, khususnya pantai dan bangunan bersejarah. Terletak di pantai barat Sumatera, kota ini memiliki banyak pantai yang langsung menghadap ke Samudera Hindia, dan satu pantai yang menjadi kebanggaan warga Kota Bengkulu adalah Pantai Panjang. Pantai ini memiliki pasir putih yang lembut dan masih banyak ditumbuhi pohon cemara.

Pantai Panjang di kala senja

Pantai Panjang ini bersambung dengan Pantai Malabero yang merupakan pemukiman nelayan, dan banyak pedagang ikan asin. Pantai ini bersambung dengan Tapak Paderi, pantai yang sering dijadikan tempat latihan surfing. Dari sini berlanjut lagi dengan Pantai Jakat yang dianggap aman sehingga banyak penyewaan permainan, seperti ban dan banana boat.

Untuk bangunan bersejarah, ada benteng peninggalan pasukan Inggris yang bernama Benteng Marlborough, yang kalau dilihat dari atas bentuknya seperti kura-kura, dan banyak barisan meriam di halaman tengahnya. Benteng ini selalu ramai pada sore hari karena lokasinya persis berada di tepi Tapak Paderi. Bagian paling atas benteng adalah tempat favorit warga untuk menyaksikan matahari tenggelam.

Lalu, ada rumah pengasingan Soekarno yang lokasinya ternyata tidak jauh dari kediaman keluarga Fatmawati. Di rumah pengasingan ini masih tersimpan sepeda ontel yang dulu sering digowes oleh Sang Proklamator, mungkin salah satunya untuk ngapel ke rumah Fatmawati, hehehe… Lokasi rumah kedua tokoh nasional ini tidak jauh dari pusat penjualan oleh-oleh khas Bengkulu, sehingga bisa dijangkau sambil berjalan kaki saja.

Mengenai kuliner, tidak ada yang rasanya enak di sini. Semua makanannya enak banget! Pempek, pendap (ikan pais), tempoyak, lempuk, mie ayam pangsit, kue baytat, dan sirup kalamansi adalah beberapa menu khas Bengkulu yang selalu dirindukan oleh para perantau asal Bengkulu sehingga sering dijadikan oleh-oleh.

Yang paling menyenangkan dari kota ini adalah masyarakatnya ramah dan senang ngobrol sehingga sangat mudah berinteraksi dengan para pendatang. Jalan-jalannya lebar dan bebas macet, sangat pas bagi mereka yang sedang mencari ketenangan dari hiruk-pikuknya kota besar. Biaya hidup di sini juga murah sehingga sangat bersahabat dengan para budget traveler. Ditambah, semua tempat wisata utama berada di tengah kota yang bisa dijangkau dalam sehari dengan angkutan umum, angkot.

Walaupun bukan kota besar, sudah banyak penerbangan langsung dari dan menuju Bengkulu, khususnya dari Jakarta, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Citilink, dan Sriwijaya Air. Lalu, hanya ada Garuda Indonesia untuk rute BengkuluPalembang. Dan terakhir, ada Wings Air untuk rute BengkuluBatam. Semua penerbangan tersebut tersedia setiap hari, dan bandaranya pun tidak jauh dari pusat kota, sehingga sangatlah mudah melakukan perjalanan ke kota berjuluk Bumi Rafflesia ini.

Dan sebagai yang tinggal di pulau paling barat Indonesia, Sumatera, saya ingin sekali bisa ke tanah Papua, pulau paling timur Indonesia. Alasannya, adalah mimpi saya untuk bisa keliling nusantara, tapi semua juga tahu bahwa diperlukan banyak biaya untuk bisa sampai ke wilayah timur negeri ini. Jadi, kalau ada yang menawarkan tiket pesawat bolak-balik ke salah satu destinasi di Indonesia secara gratis, maka saya akan langsung mememilih pulau yang paling jauh dari tempat tinggal saya, apalagi kalau bukan Papua.

Saya ingin menikmati keindahan alam tanah Cendrawasih yang banyak menyimpan kekayaan alami ini. Saya suka sekali hiking, makanya saya berniat menyusuri bukit-bukit di sana sambil menghirup segarnya udara dan berinteraksi dengan penduduk setempat. Kalau bisa sih, maunya sampai ke puncak Jayawijaya, tapi kan, butuh persiapan mantap untuk ke sana.

Birunya laut dan keindahan alam di Raja Ampat telah terbukti mampu menyedot semua minat para pecinta jalan-jalan, baik dari dalam maupun luar negeri. Tapi yang paling membuat saya penasaran adalah menyusuri lembah Baliem. Dari beberapa tayangan tentang tempat ini, saya sudah membayangkan indah dan damainya sekeliling, apalagi kalau bisa melihat langsung kehidupan Suku Dani yang menetap di sana. Saya memang lebih suka berbaur dengan penduduk lokal setiap bepergian dan mencoba kebiasaan mereka, misalnya berkomunikasi dengan gaya bahasanya yang sering mengambil suku kata pertama pada beberapa kata, “Mama, su makan?” contohnya, yang kurang lebih maksudnya adalah “Apakah mama (juga panggilan untuk ibu-ibu) sudah makan?”

Dan setelah saya gali-gali informasi tentang lembah Baliem, tampaknya Agustus adalah saat yang tepat ke sana karena ada event tahunan Festival Lembah Baliem, yang juga banyak diminati turis mancanegara. Sayang, biaya ke sana sangat mahal. Di sana kita bisa melihat langsung budaya asli Papua dalam bentuk pertunjukkan seni tari, alat musik, dan permainan. Soal kuliner, saya sungguh penasaran mencicipi papeda yang bentuknya aneh di mata saya, sagu yang biasa dimakan orang sana, dan juga udang selingkuh yang katanya tidak ada di tempat lain.

Papeda (https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Papeda,_Kuah_Kuning,_Ikan_Tude_Bakar_1.jpg)

Jayapura merupakan pintu gerbang utama menuju Papua, dan kebanyakan maskapai akan transit di Makassar, namun Garuda Indonesia memiliki rute langsung ke Bandara Sentani di Jayapura. Mumpung di ibukotanya, saya juga tertarik untuk mengeksplor keindahan kota Jayapura.

Ayo, ajak saya ke Papua!

5 Replies to “Dari Tanah Sumatera ke Tanah Papua”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *