Kali Ini, Saya Harus Terpuaskan di Bali

Baru dua kali saya ke Bali.

Pertama, hanya beberapa jam di Terminal Bus Mengwi. Saat itu tengah malam, sendirian, karena menunggu teman-teman yang sedang dalam perjalanan. Kami akan merayakan tahun baru di Lombok. Kami berpisah jalan karena saya kebanyakan mikir untuk beli tiket bareng mereka dari Bandung.

Kedua, sepulang dari Lombok. Bersama rombongan yang sama, tapi mereka hanya transit sebelum lanjut perjalanan ke Banyuwangi untuk balik ke Bandung. Sementara saya dan seorang kawan yang sama-sama baru kali kedua itu menginjak Pulau Dewata, memutuskan tinggal.

Dalam kunjungan kedua itu, saya mengunjungi beberapa tempat mainstream yang biasa dijadikan tempat berfoto orang-orang yang pernah ke Bali. Saya ke Pantai Kuta, Ground Zero, Tanah Lot, Pantai Dreamland, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Ubud, Jimbaran, Tanjung Benoa, dan Uluwatu. Tak lupa, saya juga ke Pasar Sukowati. Parahnya, meskipun menginap di Legian, saya sama sekali tidak ke pantainya.

Semua tempat itu saya selesaikan hanya dalam dua hari. Kebayang, kan, kilatnya saya berada di sana. Secara statusnya low budget backpacker, nggak ada, tuh, yang namanya menyantap seafood di Jimbaran atau bermain di pantai ala keluarga Indah Kalalo. Boro-boro yoga dan spa di Ubud. Makanya, saya masih penasaran pingin balik ke Bali!

Tapi… saya maunya jauh dari hiruk-pikuk kota. Saya ingin menghirup dalam-dalam udara alaminya alam Negeri Seribu Pura, dan merasakan sentuhan budayanya yang khas dan tersohor itu.

1. Trekking ceria ke Gunung Batur

Sebenarnya saya tergoda mendaki Gunung Agung sebagai puncak tertinggi di Bali. Tapi, butuh persiapan khusus untuk mengarungi gunung aktif setinggi 3142 mdpl itu. Jadi, cukuplah menjajal Gunung Batur yang lumayan bersahabat bagi pencinta hiking ceria macam saya.

Saya akan menanti mentari pagi di puncak yang ketinggiannya 1717 mdpl ini. Lalu turun sambil menikmati oksigen bersih dan pemandangan alam yang ada di sekitarnya.

2. Mengunjungi Desa Trunyan

Biasanya, orang Bali yang wafat akan dibakar, atau yang biasa kita kenal sebagai ngaben. Tapi di Trunyan, desa yang berada di kaki Gunung Batur ini, orang yang meninggal hanya diletakkan di bawah sebuah pohon. Namanya Taru Menyan, yang dipercaya mampu menetralisir aroma yang dihasilkan oleh mayat-mayat di sekitarnya. Itu sebabnya tidak ada bau busuk yang menyeruak di desa ini.

Di sana, jangan heran kalau banyak terdapat tulang-belulang dan tengkorak yang tergeletak. Inilah yang ingin saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Ingin merasakan bagaimana suasananya. Seram, atau malah biasa saja.

3. Menyusuri Desa Penglipuran

Konon, ini adalah kampung tertentram, terapi, dan terbersih di Bali, lantaran penghuninya menerapkan gaya hidup sesuai ajaran para dewa, yaitu Tri Hitakarana. Falsafah ini mengajarkan tentang keharmonisan hubungan antar sesama manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan.

Tidak heran masyarakatnya hidup damai dan religius. Rumah-rumah warga berjajar rapi dan cenderung seragam, serta dikelilingi oleh lingkungan yang terawat apik. Lokasinya pun berada di atas bukit, menambah keademan saat berkunjung ke sini.

Saya pasti tidak akan bosan menyusuri sudut-sudut di desa ini sambil berinteraksi dengan warganya. Malah kabarnya, pengunjung juga bisa bermalam di sini untuk lebih merasakan kehidupan khas Bali.

4. Eksplor Nusa Penida

WOW! Silahkan ketik kata Nusa Penida di browser, niscaya kamu akan terpukau dengan gambar-gambar yang ada. Tebing-tebing yang berjejer mengelilingi laut biru, adalah daya tarik utama di pulau ini.

Sebut saja Christal Bay, Raja Lima, Kelingking Beach, Pasih Uug, dan Angels’s Billabong, semuanya adalah objek yang tak bosan dipandang, baik oleh mata maupun lensa kamera.

(Foto: balifunky.com)

Meskipun termasuk makhluk yang tidak pintar berenang, saya ingin coba-coba bermain sebentar di kejernihan lautnya. Lalu bersantai sambil memandang sekitar dengan kaki menjuntai di tebing-tebingnya. Tidak lupa foto-foto, tentunya.

5. Mengitari Ubud

Dulu, saya hanya putar-putar Ubud naik motor, tanpa tujuan jelas. Nggak berasa yang namanya kehidupan Ubud yang santai dan adem itu. Kalau ke sana nanti, saya pingin menginap dan bersepeda menyusuri jalan-jalan kecilnya, meniru Julia Robert di Eat, Pray, and Love. Saya ingin melihat sendiri persawahan dengan sistem subak yang dulu diceritakan dalam buku paket pelajaran SD. Kalau masih ada waktu, sepulang sepedaan saya mau memanjakan badan dengan pijatan mbok-mbok Bali yang terkenal enak itu.

6. Menonton Tari Kecak

Tarian yang dibawakan oleh puluhan penari ini selalu dijadikan ikonnya Bali. Magis adalah kata yang sering menggambarkan pertunjukan tari ini, apalagi dibawakannya saat matahari tenggelam. Saya ingin merasakan sendiri suasana itu.

Tempat favorit untuk melihat tarian ini adalah di Uluwatu. Nah, saya sudah menginjak Uluwatu, tapi belum sempat menonton Tari Kecak, secara datangnya siang hari. Jadi, saya memang harus kembali ke sini.

7. Seawalker

Saya buka Marischka Prudence yang bisa tetap cantik meskipun sedang freediving. Saya nggak bisa berenang, tapi lumayan percaya diri kalau snorkeling. Foto-foto bawah air saya nggak ada yang mendekati bagus. Ditambah pakai masker dan snorkel, makin nggak kekontrol ini muka, apalagi saat panik tersedak air asin. Tapi, dengan menjadi seawalker, wajah manis saya bisa dikondisikan saat berfoto di dalam air. Pun, bagi yang tidak bisa berenang, tetap bisa menikmati keindahan taman laut di Bali dengan tenang dan gaya.

8. Mengunjungi pura

Ada yang kurang rasanya kalau ke Bali tidak melipir sebentar ke pura, karena tempat inilah yang menjadi identitas Bali sebagai penganut Hindu terbesar di Indonesia.

Mumpung di Bali, sekalian saja mengunjungi pura terbesar yang ada di Indonesia, yaitu Pura Besakih. Hanya ingin melihat cara warganya bersembahyang. Setelah itu keliling sebentar di tempat yang katanya berupa komplek peribadatan ini, karena ada banyak pura di dalamnya.

Satu lagi pura yang tidak boleh ketinggalan untuk dikunjungi adalah Pura Ulun Danu. Pura ini dikelilingi air, seolah mengambang di Danau Beratan, Bedugul. Kenapa saya wajib ke sini? Karena pura ini terpampang di lembaran uang Rp50.000 lama. Itu artinya, pura ini memang sangat indah.

8+. Mencoba flyboarding

Oke. Ini sekadar tambahan saja setelah puas bercengkerama dengan kecantikan alam dan seni budayanya Bali.

Sejak tahu tentang permainan air satu ini, saya penasaran mencobanya. Ingin merasakan badan meliuk-liuk di udara ala Iron Man. Dulu, saya tahunya cuma ada di luar negeri, tapi sekarang sudah ada di Tanjung Benoa, Bali.

Pokoknya, kalau ke Bali lagi, saya harus terpuaskan.

11 Replies to “Kali Ini, Saya Harus Terpuaskan di Bali”

Leave a Reply to Siti Mudrikah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *