Kuliner Legendaris di Daerah Cikini, Jakarta

Begitu punya kesempatan ke Jakarta lagi, saya sengaja menginap di daerah Cikini. Selain karena alasan lokasi yang strategis untuk mendapatkan kendaraan umum, di sini juga terkenal dengan jajanan, khususnya ragam kuliner legendaris khas Jakarta.

Sayangnya saya hanya mengalokasikan waktu kurang dari 24 jam. Sore baru sampai penginapan, besok pagi sudah harus check out.

Karena keterbatasan waktu itulah saya ‘paksa’ perut agar menerima semua makanan yang ingin dicicipi.

Sore

Setelah check in dan meletakkan barang, saya keluar untuk melihat-lihat sekeliling dan mengisi perut. Tujuan saya adalah Bubur Ayam H.R. Sulaiman atau biasa dikenal dengan nama BurCik. Uniknya, meskipun termasuk ‘pemain lama’ di Jakarta, bubur ini punya orang Cirebon, seperti yang terpampang nyata di gerobaknya. Lokasinya di Jalan Raya Cikini, persis di pengkolan.

Saya pesan porsi lengkap dengan telur. Ekspektasinya cuma di rasa. Kalau tampilan, batin saya, pasti seperti bubur ayam pada umumnya.

Bubur ayam H. R. Sulaiman, kuliner legendaris Jakarta
Bubur ayam H. R. Sulaiman yang telurnya ngumpet. Lokasinya di Jalan Raya Cikin, Jakarta

Ternyata… Buburnya berwarna pucat yang mungkin karena bumbu-bumbunya. Topping-nya ada sedikit irisan cakue, suwiran ayam yang berlimpah, dan potongan emping, tanpa tambahan kerupuk lain. Mana telurnya?

Ngumpet.

Setelah disendok, baru ketahuan telurnya ada di dasar mangkuk. Inilah keunikan bubur ayam di sini. Telurnya diceplok mentah-mentah. Panas buburlah yang akan memberinya efek matang. Nggak amis, kok. Sedap, malah.

Satu porsi bubur telor ini dibandrol dengan harga Rp20.000. Tambah pajak 10% jadi Rp22.000.

Selain bubur ayam, bisa pesan martabak telur juga. Sayangnya, seperti yang saya lihat di meja sebelah, nggak ada cocolannya. Colekin aja sama sambal yang ada di meja.

Malam

Penasaran dengan Soto Betawi H. Ma’ruf yang katanya legend, setelah isya saya sengaja jalan kaki ke kawasan Taman Ismail Marzuki.

Tempatnya di dalam komplek TIM. Saya, bahkan sempat bertanya kepada petugas parkir untuk memastikan tempat makan itu.

Masih kenyang, sebetulnya. Tapi demi misi suci, saya hanya memesan soto betawi campur, tanpa nasi. Soto doang seharga Rp40.000. Nasi putih harganya Rp8000. Lumayan banget, ya.

Tempatnya seperti rumah yang dialih fungsikan sebagai restoran, jadi ada menu lain selain soto. Yang saya suka, walaupun isinya jeroan dan daging doang, serta remasan emping, potongannya lumayan gede, jadi nggak apalah mahal.

Soto betawi H. Ma'ruf, kuliner legendaris Jakarta
Soto betawi H. Ma’ruf yang berlokasi di halaman Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta

Pagi

Pagi ini saya ingin merasakan Gado-Gado Bon Bin yang sudah ada sejak tahun 1960. Penasaran, apa yang membuatnya tetap bertahan.

Lantaran mikir warungnya pasti belum buka, saya leha-leha dulu di kamar. Lagian ogah rugi juga. Saya masih menyempatkan waktu untuk menikmati jatah sarapan berupa roti dan irisan buah.

Setelah mandi, packing, dan check out, saya jalan kaki menuju tempat gado-gado. Gampang banget nyari tempatnya. Masuk Jalan Cikini IV, beberapa langkah doang, ketemu warungnya.

Mhm, penjualnya ibu-ibu keturunan Tionghoa yang sudah tua, dibantu beberapa staf. Kalau melihat tempatnya yang penuh bungkusan barang, sepertinya ada usaha lain yang dijalankan oleh pemiliknya. Entah apa.

Karena sebenarnya masih kenyang, saya memesan gado-gado tanpa lontong. Kuahnya halus banget. Sayurnya cuma rebusan kol, kangkung, toge, kentang, dan ketimun. Kerupuknya emping dan kerupuk udang yang lebar.

Gado-gado Bon Bin, kuliner legendaris Jakarta
Gado-gado Bon Bin di Jalan Cikini IV, Jakarta

Harga satu piring gado-gado ini, lagi-lagi, membuat saya menarik napas dulu sambil membuka dompet. Dalam hati saya berpikir, dari mana saja pasokan bahan gado-gado ini hingga muncul bilangan Rp34.000 sebagi harga lalu ditambah pajak 10%.

Selain gado-gado, ada makanan lain juga, seperti nasi rames dan mie ayam. Jadi, ada pilihan bagi yang nggak doyan sayur.

Cuma tiga doang. Tapi lumayan memuaskan lidah dan menguras kantong . Di sepajang Jalan Cikini ini emang berderet tukang makanan. Kalau menginap di sini dijamin nggak akan pusing nyari makan.

Adakah rekomendasi tempat makan enak dan legendaris di Jakarta yang teman-teman pernah coba? Silahkan sharing di kotak komentar, ya. Siapa tahu bakal saya sambangi saat main ke ibukota lagi.

9 Replies to “Kuliner Legendaris di Daerah Cikini, Jakarta”

  1. Sering dengar nih kalau Cikini salah satu surga makanan enak di Jakarta. Tapi aku belum pernah cobain, dong. Hihihi … Terlaluh …

    Rasa enaknya sebanding dengan harga mahalnya nggak, Mbak? Apa pengaruh tempatnya ya jadi harganya bisa dibandrol segitu?

    Emak-emak lihat harganya langsung pengen mendelik, nih, wkwkwwk …

    Salam kenal dariku ya, Mbak …

  2. Iya, tiga tempat makan itu legendaris. Tapi daerah situ nggak cuma punya tiga tempat kuliner enak, lho. Di Megaria (XXI), ada pempek dan es teler yang sudah beken sejak tahun 80-an. Ada juga restoran Chinese food, Trio, di Jl Soeroso, yang sudah ada dari tahun 40-an. Tapi non-halal. Dulu ada roti jaman Belanda, tapi sekarang sudah tutup.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *