Penuh Keraguan di Perbatasan Singapura dan Malaysia

Cara menekan budget perjalanan yang paling sering saya lakukan adalah mengambil perjalanan malam sehingga bisa menghemat biaya penginapan. Beruntung, perbatasan Singapura dan Malaysia beroperasi (mungkin) 24 jam, sehingga tidak mesti menunggu jam buka kantor imigrasi seperti di negara ASEAN lainnya jika ingin melintas.

Ceritanya, setelah seharian kular-kilir ke tempat-tempat-yang belum pernah saya sambangi di Singapura, dan berakhir dengan melihat pertunjukan air mancur dan permainan laser di Marina Bay Sands, saya menuju Woodlands dengan MRT. Saat itu waktu hampir menunjukkan jam 11 malam, dan rencananya saya akan mengambil bus malam sehingga bisa tiba pagi hari di Kuala Lumpur, lalu melihat Festival Thaipusam di Batu Caves untuk pertama kalinya.

Tapi…

Saya pikir, di Stasiun Woodlands ini terdapat checkpoint imigrasi, sehingga ketika keluar kereta saya berharap menemukan petunjuk arah langsung menuju counter imigrasi. Ternyata, setelah berjalan ke sana-kemari hingga menuju tulisan EXIT, saya tidak menemukan apa yang diharapkan. Stasiun ini seperti umumnya stasiun, bagian luarnya terdapat kios-kios pedagang dan berhadapan dengan jalan raya.

Penasaran, saya turun ke pangkalan bus. Walaupun banyak orang yang berbaris menunggu bus, entah mengapa, saya tidak yakin mereka menuju tempat yang sama dengan saya. Maka, bertanyalah saya kepada petugas di bagian tiket.

“Excuse me… Bus to Kuala Lumpur?” tanya saya langsung kepada bapak di dalam bilik kaca.

“No bus to Kuala Lumpur. Singapore only.” jawabnya.

Baiklah. Saya pun melipir pergi tanpa banyak tanya. Sekali lagi saya mencoba mengitari stasiun tapi tetap tidak bertemu dengan apa yang dicari. Sebenarnya, saya tidak keberatan menunggu hingga pagi, tapi dari penelusuran saya mencari bagian imigrasi, saya tidak menemukan sudut yang nyaman untuk bermalam.

Karena tidak mau menginap di sana, kembali saya turun ke pangkalan bus. Saya baca nomor dan rute bus yang ada, tapi tetap tidak yakin kemana saya harus menuju. Maka, dengan sedikit ragu, saya kembali ke bilik penjual tiket. Untunglah bapak yang tadi tidak ada, jadi tidak malu-malu amat kalau bertanya sekali lagi tentang bus ke Kuala Lumpur.

“Excuse me. I want to go to Kuala Lumpur. How can I get bus to immigration checkpoint?”

Petugas yang saya tanyai, dan tampaknya sedang bersiap pulang, meminta temannya untuk meladeni saya karena mungkin dia kurang percaya diri menjelaskan (dalam Singlish) jawaban dari pertanyaan saya. Lagi saya mengulang pertanyaan yang sama dengan orang yang berbeda.

“You can take bus number 913, 912 or 911 to checkpoint.” jawabnya sambil tangannya menunjuk ke arah tempat menunggu bus.

IMG_4816 (640x480)

Tuh kan, batin saya. Naik bus lagi. Rute yang sesuai dengan nomor bus yang tadi disebutkannya menunjukkan tujuan Woodlands Train Checkpoint, dan busnya beroperasi hingga jam 1 dini hari. Jadi, wajarlah kalau masih banyak yang berseliweran menunggu bus di sini. Sadarlah saya bahwa seperti yang banyak orang ceritakan, adalah hal lumrah warga Singapura atau Malaysia yang tinggal di sekitar Johor Baru, Malaysia, dan bekerja di Singapura.

Busnya pun datang. Setelah menempelkan kartu EZ link, saya sengaja menunggu di dekat supir, ingin memastikan tujuan saya.

“Checkpoint? Immigration?” tanya saya langsung.

“Checkpoint?” supirnya nampak mikir. “Malaysia?” tanyanya balik.

“Yeah… yeah.” saya mengangguk

Supirnya menggerak-gerakkan telunjuknya ke arah luar, memastikan bahwa dia memang menuju ke sana dan lokasinya masih jauh. Tenanglah saya dibuatnya selama melewati jalanan malam yang sepi.

Ketika di depan ada keramaian kendaraan dan orang-orang yang berjalan, lalu terlihat bangunan besar yang melintang di atas jalan, saya menduga inilah tempat checkpoint-nya. Benar saja, ketika akan bertanya apakah saya turun di sini, supirnya sudah berdiri untuk memberitahu saya.

“Malaysia… Malaysia…” katanya.

“Thank you.” balas saya.

IMG_4817 (640x480)

Yep, setelah melewati lorong berkelok-kelok, akhirnya saya tiba di deretan meja petugas imigrasi yang tidak ramai malam itu. Cklek, saya resmi keluar Singapura.

Masalah selanjutnya adalah saya masih harus ke Johor Bahru, dan saya tidak tahu cara ke sana. Ketika turun menuju pangkalan bus, terlihat ada beberapa bus dan minivan yang berhenti, tetapi gelap dan tidak ada orang. Bersama saya ada seorang perempuan yang ditegur oleh bapak-bapak dalam Bahasa Mandarin. Dia terlihat ragu dan menoleh ke sana kemari. Tidak lama, datang minivan putih bertuliskan Bas Persiaran yang supirnya ibu-ibu. Dia berbicara Mandarin kepada kami berdua. Menebak-nebak maksudnya, saya langsung bertanya.

“Johor Bahru?”

“Yeah.” Jawabnya dan langsung membuka pintu penumpang depan dan menggeser pintu penumpang belakang. Di dalamnya sudah penuh orang, dan saya pun percaya saja karena sudah malam walaupun tidak tahu ini bayar atau gratis.

Tidak lama berjalan, supirnya bersuara dalam Bahasa Mandarin, lalu orang-orang mulai bergerak mengeluarkan uang.

“How much?” saya menduga-duga ucapan si supir dengan bertanya kepada di sebelah saya.

“Two dollars… ee…”

“Two ringgits?” saya membetulkan ucapannya karena melihat ringgit di tangannya.

“Two ringgits.” timpalnya sambil mengangguk dan tersenyum.

Lumayan murah, pikir saya.

IMG_4819 (640x480)

Akhirnya saya sampai di Johor Bahru, tepatnya Bangunan Sultan Iskandar. Rupanya masih banyak orang yang berkeliaran jam segitu. Mereka sepertinya Malaysians karena ketika di bagian pemeriksaan paspor, mereka lebih banyak berjalan ke arah tanda yang bertuliskan Malaysia.

Cklek. Tanpa banyak tanya, saya resmi masuk Malaysia.

IMG_4820 (640x480)

Ternyata, setelah saya tanya pada teman yang pernah overland Singapura – Malaysia pada siang hari, ada kok, bus dari Woodlands ke Johor Bahru. Dan ketika saya kembali ke Singapura beberapa hari kemudian, saya memang melihat ada banyak bus dari Singapura melalui perbatasan ini menuju JB Sentral. Jam operasionalnya saja yang mungkin tidak sampai tengah malam.

Rencana selanjutnya adalah menuju Larkin. Tapi karena masih tengah malam dan saya ragu ada bus atau tidak, saya pun berdiam di dalam gedung yang menyatu dengan JB Sentral ini. Tempatnya terang dan aman untuk menunggu pagi karena ada petugas yang berjaga dan orang-orang yang berlalu-lalang.

Saya berkeliling untuk membunuh waktu dan melihat ada loket KTM Komuter yang baru buka pukul 5 subuh. Karena ingin ke KL Sentral, lalu ke Stasiun Batu Caves, saya putuskan untuk naik kereta ini saja, apalagi tiketnya lumayan murah, 33 Ringgit. Kalau naik bus, saya masih harus ke KL Sentral, dan itu makan waktu lagi.

Tunggu punya tunggu, saya pun mencoba tidur dan merebahkan diri, lalu ngecas semua peralatan elektronik yang dipunya. Dan ketika petugas loketnya datang, tiket kereta paling pagi atau yang jam 6 pagi sudah habis. Bergegas saya mencari pangkalan bus, untuk segera ke terminal Larkin. Sesampainya di sana, saya langsung ambil bus yang berangkat paling pagi, jam 6:30, ke Terminal Bersepadu Selatan, Kuala Lumpur. Dan menurut calonya, bus mereka yang paling akhir berangkat ke KL jam 1 dini hari. Mendengar ini saya sempat kesal kenapa tidak dari semalam ke sini. Tapi tidak apalah, ada hikmahnya juga. Semua perlengkapan dokumentasi saya full charged.

7 Replies to “Penuh Keraguan di Perbatasan Singapura dan Malaysia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *