Kali ketiga saya ke Solo, sengaja banget hanya untuk menikmati kuliner Solo, baik yang legendaris, maupun yang belakangan viral di media sosial. Banyak juga, ternyata, sehari semalam tidaklah cukup.
Table of Contents
Daftar Kuliner Solo yang Sempat Dicoba
Timlo Sastro
Dalam perjalanan pagi dari Masjid Raya Sheikh Zayed ke Pasar Gede, langkah kaki saya terhenti di Timlo Sastro 1. Sempat ragu, sebenarnya, tapi mantap masuk saat membaca spanduknya: “Berdiri Sejak Tahun 1952”. Berarti, termasuk kuliner Solo legendaris, kan.
Saya langsung pesan Timlo Istimewa seharga Rp24.000. Menurut saya, ini semacam soto kuah bening. Isiannya telur kecap, sosis solo, ati, dan ampela yang dipotong dadu lumayan besar.
Mengingat masih bakal lanjut kulineran di Pasar Gede, saya sengaja tidak pakai nasi, jadi berasa betul gurih-gurih segar kuahnya. Namun, seperti kebanyakan masakan Jawa, di lidah saya masih terasa ada manis-manisnya, sehingga saya tambahin sambal yang sama-saja, nggak dapat-dapat pedasnya.
Dawet Bu Watik
Mau ke Dawet Telasih Bu Dermi yang legendaris itu, sebenarnya, tapi jiper pas lihat barisan yang antre. Daripada gagal makan dawet, mending beralih ke sebelahnya.
Ada dua bangunan pasar di Pasar Gede. Bangunan utamanya ada tulisan Pasar Gede Hardjonagoro, sedangkan yang lebih kecil, di seberangnya, ada spanduk bertuliskan Pasar Harmoni.
Dawet ada di bangunan pasar yang ada tulisan Pasar Gede. Pas masuk memang tidak langsung kelihatan, makanya saya langsung tanya ke salah satu pedagang di pintu masuk. “Di mana dawet Bu Dermi?”
“Masuk, belok kiri, dan lurus saja.” begitu jawabannya.
Begitu ketemu, eduuunnn… barisan manusia mengular. Akhirnya saya beralih ke Dawet Bu Watik di sebelahnya. Harganya sama, Rp12.000 (mungkin sudah naik sekarang).
Pembelinya juga antre, tapi masih bisa ditunggulah. Dawet Selasih Bu Watik disajikan dalam mangkuk kecil. Isiannya selasih, sumsum, cendol, dan ketan tape hijau. Dingin batu es, membuatnya segar di kerongkongan.
Dimsum Uma Yumcha
Setelah itu saya beralih ke gedung pasar yang ditempeli spanduk Pasar Harmoni. Lantai duanya dipenuhi kedai-kedai makanan dan minuman.
Setelah keliling sekali lagi, saya langsung menuju Dimsum Uma Yumcha. Saya datang di sesi 2. Tetap harus antre, tapi cuma sebentar. Begitu pesan, yang tersisa cuma dimsum varian wortel dan jamur. Harga satuannya Rp3.000.
Teksturnya seperti siomay, cuma ini lebih tebal. Adonan daging ayamnya kerasa. Enak.
Salad TFP Kopi Warung
Masih di pasar yang sama, saya menuju Target menuju TFP Kopi Warung. Kedai ini viral karena menawarkan menu kebarat-baratan dengan harga relatif terjangkau.
Dapurnya sengaja dibikin terbuka untuk memikat kita-kita yang lewat. Daftar menunya terpampang di salah satu tiang.
Sebenarnya pingin pesan pasta, tapi takut beugah. Akhirnya cuma pesan salad tuna seharga Rp25.000. Saladnya cukup menyegarkan, dengan isian sayur, buah, dan pastinya potongan daging tuna. Porsinya cukup untuk harga segitu.
Setelah itu, saya langsung ke hotel. Istirahat.
Lidah Gongso Pracima Tuin
Kulineran sore dilanjutkan ke Pracima Tuin yang berada di dalam areal Mangkunegaran. Harus booking dulu lewat akun Instagramnya kalau mau makan di sini.
Saya memilih jadwal pada pukul 17.00 wib. Namun sengaja datang lebih cepat, dengan harapan bisa foto-foto dulu. Ternyata, kalau belum waktunya, tamu tidak bisa masuk ke areal restoran.
Ada pintu masuknya setelah melewati koridor di seberang pendopo istana. Ditanya identitas. Kalau ada spot kosong sebelum jadwal, baru boleh masuk.
Durasi makan 1,5 jam, dihitung begitu masuk restoran. Sambil menunggu makanan atau setelahnya, tamu boleh jalan-jalan di taman sekitar resto.
Memang artistik dan cantik, interior dan eksteriornya. Pelayanannya juga sigap. Menunggu tidak kerasa karena dipakai untuk foto-foto sembari mengagumi bangunan restonya.
Pilihan menu saya adalah Lidah Gongso, karena penasaran. Biasanya, saya makan lidah dalam wujud sate padang. Minumnya saya pilih Pareanom, karena namanya terdengar asing.
Tekstur lidahnya lembut, dan ukurannya cukup besar, pas dengan porsi nasi yang diberikan. Harganya sebelum pajak adalah Rp110.000. Sementara Pareanom, merupakan racikan jeruk lemon, sirup, dan kolang-kaling, seharga Rp35.000.
Es Krim Tentrem
Saat sedang menyusuri setengah Jalan Slamet Riyadi, tanpa rencana, saya mendongak. Terbaca Es Krim Tentrem di bagian atas gedung di samping saya.
Kebetulan banget, es krim legendaris ini memang salah satu kuliner Solo yang saya incar dari siang. Target saya cuma es krim yang dibungkus memanjang.
Saya pikir, tempat ini cuma menjual es krim. Kalaupun ada tambahan, ya, paling roti-rotian. Ternyata, ada makanan beratnya juga. Pantas saja gedungnya lumayan besar.
Ke pelayannya, saya langsung tunjuk gambar es krim yang saya mau di buku menu. Namanya es krimnya Tutty Fruity. Harganya lumayan juga, Rp25.000.
Soal rasa, ya, seperti es krim padat pada umumnya. Rasa vanila dan susunya kentara. Sesuai namanya, ada seuprit potongan buahnya.
Mi Ayam dan Bakso Pak Dhe
Selain kulineran, niat saya ke Solo adalah ke Jalan Gatot Subroto yang dihiasi mural. Harusnya siang, tapi takut tidak sempat.
Kebetulan lagi, dasar rezeki anak soleha. Jalan Gatot Subroto berada persis di seberang Es Krim Tentrem.
Muralnya memang kelihatan menghiasi kiri dan kanan jalan, tapi suasananya agak gelap, karena kebanyakan toko tutup. Mural-mural itulah yang menghiasi pintu-pintu dan tembok di sana.
Lagi-lagi, mata saya tertuju pada satu ruko yang terang dan ramai di seberang jalan. Ada spanduk bertuliskan Mi Ayam dan Bakso Pak Dhe di atasnya.
Belum pernah dengar tentang bakso ini, tapi kalau sudah malam masih ramai, saya curiga baksonya enak. Mikir lagi, masa di Solo nggak makan bakso. Ini, kan, kuliner Solo yang banyak tersebar di penjuru negeri.
Saya pilih Mi Ayam Bakso, biar ngerasain semua menunya. Harganya Rp18.000.
Mi ayamnya tipe mi ayam gerobakan mangkal. Baksonya cuma dikasih dua. Tekstur dagingnya kerasa, serta lembut digigit.
Soto Triwindu
Soto yang dikenal sebagai langganannya Pak Jokowi ini menjadi menu sarapan, sekaligus makanan penutup saya di Solo. Bermodalkan Google Map, saya mencari lokasinya dengan melipir dulu ke pasar barang antik, Pasar Triwindu.
Tinggal ikuti gang kecil di belakang pasar, sampailah di kedai sotonya. Sudah banyak orang, ternyata. Saya mesti berdiri sebentar menunggu bangku kosong.
Adanya cuma soto daging, seharga Rp17.000. Namun bisa minta tambahan jeroan lainnya kalau merasa itu tidak cukup. Saya sendiri cuma nambah sosis solo dan perkedel.
Setelah dijalani, sehari semalam di Solo tidaklah cukup, kalau niatnya mau menjajal kuliner Solo. Masih banyak tempat makan dan makanan yang harus dicoba.
Ada rekomendasi?
P.S. Masing-masing kuliner Solo di atas, videonya sudah tayang di Shorts Youtube Relinda Puspita. Please check it out!