Naik Turun Kereta di Perbatasan Thailand dan Malaysia

Hitung-hitung biaya, waktu, dan kenyamanan, saya memutuskan naik kereta lagi dari Hat Yai ke Kuala Lumpur. Padahal, sudah semalaman saya naik sleeper train dari Bangkok. Itu artinya, bakal dua malam saya tidur di kereta.

1427169352082 (640x480)

Ceritanya, saya sampai di Hat Yai dari Bangkok itu sekitar jam delapan pagi. Tadinya, kalau ada kereta atau bus yang langsung berangkat ke Kuala Lumpur, saya mau naik itu. Tapi, dari semua agen bus yang ada di depan stasiun, mereka baru berangkat siang dan sampainya tengah malam, sementara pesawat saya dari KLIA itu besok malamnya. Kelamaan saya nunggu di terminal nantinya.

Kereta menuju KL Sentral baru ada sekitar jam 4 sore, dan biayanya jauh lebih murah dari harga 1427169340724 (640x480)tiket bus, yaitu THB450. Tiket bus sekitar 600an bath. Katanya, sih, ada terminal bus tidak jauh dari stasiun ini, tapi saya sudah lelah mencarinya, lagian saya pikir harganya tidak mungkin lebih murah dari tiket kereta.

Bergegas saya kembali ke loket kereta untuk langsung membeli tiket karena takut kehabisan. Setelah itu baru saya bisa tenang makan, dan melihat-lihat segelintir sudut kota.

Dengan keterbatasan bath yang dipunya, tidak banyak tempat yang saya kunjungi, lagian juga sudak capek. Saya hanya mutar-mutar di daerah sekitar stasiun saja yang berderet ruko. Ada kuil juga di sana yang sempat saya masuki. Lumayan, sekadar untuk mengistirahatkan kaki.

Mendekati jam 4, saya makan dulu di food court yang ada di seberang stasiun, lalu sholat sambil menunggu kereta berangkat. Oiya, ada mushola kecil di stasiun yang tidak terlalu besar ini. Bagian wanita dan pria terpisah. Panas, tapi cukup nyaman untuk sholat. Ada mukenanya juga.

Di Hat Yai ini, pemandangan perempuan berjilbab cukup banyak. Tadinya, ketika sedang duduk-duduk di mushola saya sempat bertemu beberapa orang yang saya pikir orang Malaysia, maka saya tegurlah mereka dengan ucapan “Apa kabar?” Eh, mereka bengong. Langsung saya ingat bahwa ini masih di Thailand, dan di sini memang banyak komunitas muslimnya. Ya udah, saya cuma mesem-mesem aja.DSC_4809 (428x640)

Sekitar jam empat sore saya pun bersiap naik kereta. Saya agak kebingungan karena tidak ada gerbong yang nomornya sesuai dengan yang tertera di tiket saya. Saya sempat kesal, apalagi tiketnya ditulis tangan. Bisa saja, kan, salah.  Hanya ada satu kereta saat itu. Gerbongnya cuma dua. Satu sleeper, satunya kursi.

Bolak-balik saya naik kereta lalu bertanya kepada petugas. Mereka pun meyakini saya bahwa kereta yang ada benar-benar menuju KL. Kata petugasnya, nanti di perbatasan baru saya pindah gerbong. Ya sudah, lagian kursi keretanya empuk, dan keretanya bersih dan sejuk.

Dari tempat saya duduk, saya dengarkan perbincangan beberapa penumpang di sekitar saya.  Syukurlah, bule di depan saya juga tujuannya KL. Empat orang Malaysia yang tadi membantu saya mencari gerbong sedang ngobrol dengan mereka. Salah satunya mengaku bahwa mereka sudah biasa melakukan perjalanan ini. Mereka akan turun di Penang, lalu kereta ini akan lanjut ke KL Sentral. Ya sudah, saya tenang. Kalaupun nyasar, nantilah dipikirkan lagi.

Tidak sampai satu jam, kami tiba di Padang Besar, lokasi pemeriksaan paspor. Penumpang disuruh turun dengan membawa semua barang. Sudah ada petugas yang menunggu dan mengarahkan penumpang menuju ruang tunggu. Lokasinya yang persis bersebelahan dengan rel kereta, membuat kantor imigrasi ini terkesan seperti stasiun.

Proses pemeriksaan paspor sangatlah cepat, tanpa pengisian kartu. Penumpang hanya mengantre untuk pengecapan paspor yang loket antar negaranya saling bersebelahan. Hanya tampak garis pembatas di lantai. Lalu keluar melewati detector, dan berjalan memutar, menuju tempat masuk tadi, tempat kereta menunggu. Nggak berasa lintas negaranya.

Nah, di sini drama saya terjadi.

Saya ragu, apakah harus pindah gerbong? Karena rangkaian gerbongnya sudah bertambah. Iya, teringat ucapan petugas di Stasiun Hat Yai tadi. Tapi, ketika baru beberapa langkah ingin mencari nomor gerbong seperti yang ada di tiket, saya ditegur petugas. Lupa, apakah dia petugas kereta atau petugas imigrasi.

“Sini, sini…!” katanya, menunjuk gerbong yang semula saya naiki. Walupun ragu, saya nurut saja, apalagi ada wajah-wajah yang saya kenal juga menuju ke sana. Bukan apa-apa, saya cuma khawatir nanti ada penumpang lain yang mengakui nomor bangku yang sudah nyaman saya tempati.

Syukurlah, sampai akhirnya di Butterworth dan KL Sentral, tidak ada orang yang duduk di sebelah saya, sehingga bisa tidur meringkuk dengan merebahkan badan. Kedinginan juga.

Saya hampir kecele ketika di Butterworth. Ketika kereta berhenti dan ada pengumuman kapan akan berangkat, saya segera menoleh melihat jam tangan. Ah, masih sejam lagi, pikir saya. Maka, keluarlah saya karena masih penasaran dengan nomor gerbong kereta saya.

Saat sudah berjalan agak jauh karena rangkaian gerbong sepertinya bertambah lagi, saya menoleh ke arah jam digital yang digantung di peron. Tiba-tiba saya merasa aneh melihat angkanya. Menurut jam tersebut, kereta akan berangkat beberapa menit lagi. Saya lihat sekeliling, sepi, tidak ada penumpang yang keluar, yang ada malah yang bergegas masuk kereta. Langsung saat itu juga saya berlari ke tempat duduk karena baru sadar saya sudah berada di wilayah Malaysia yang waktunya sama seperti Singapura, lebih cepat satu jam dari negara-negara ASEAN lainnya.

Betapa leganya saya begitu mencapai tempat duduk. Tidak ketinggalan kereta saja sudah senang, apalagi menemukannya dalam keadaan kosong. Ternyata, dari tadi, tuh, saya nggak salah duduk.

DSC_3759 (640x428)

Kereta tiba di KL Sentral sekitar jam lima subuh. Pas banget, saya langsung menangkap tulisan di salah satu tiang yang artinya kamar mandi. Langsung saya cari. Memang ada fasilitas kamar mandi umum seharga RM5 di sini yang baru buka pada jam 06.00. Saya butuh ini setelah dua hari nggak mandi.

So…

Bagi yang memilih model perjalanan yang sama dengan saya, ada beberapa hal yang mesti diingat:

  1. Perjalanannya sangat lama, dan  karena malam, kurang bisa menikmati pemandangan di luar. Jadi, bawalah bekal.
  2. AC kereta sangat dingin. Jadi, pastikan jaket berada di tempat yang mudah diraih. Bule di depan saya sampai harus mengeluarkan sleeping bag-nya. Untung ada kursi kosong sehingga mereka bisa ngulet seperti saya.
  3. Lampunya sangat terang bagi yang suka tidur dalam gelap.
  4. Segera sesuaikan waktu Thailand dengan Malaysia.

Happy crossing!

8 Replies to “Naik Turun Kereta di Perbatasan Thailand dan Malaysia”

  1. Mba mau tanya kalo dari malaysia ke thailand apakah sama rute kereta nya? Lama perjalanan berapa jam ya? Beli tiketnya bisa booking dulu atau beli on the spot? Tks

    1. Kayaknya sama deh, mesti naik dari KL Sentral ke Hatyai dulu, baru lanjut Bangkok atau daerah lain yg dituju. KL Sentral – Hatyai aja udah sekitar 12 jam sendiri, besoknya lagi baru sampe Bangkok. Kayaknya bisa deh beli online kalo emang takut keabisan. Kemaren di Bangkok saya beli sehari sebelumnya, tp di Hatyai beli on the spot. Kalo waktunya sempit dan gak betah duduk sih, mending naik pesawat aja.

  2. Mbak kalau perjalanan. Ke Thailand. Mana lebih mudah dari penang atau KL sentral, kira2 berapa jam waktu yg ditempuh,

    1. Mudah gimana, nih, Mas? Thailand nya juga kemana? Itu aja naik kereta, saya dua malaman Bkk – KL. Kalo bus pasti gak akan jauh beda. Kereta di Penang, pasti nunggu yg dr KL, kan. Banyak travel dari Penang ke Bangkok atau Phuket.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *