Pempek Teri ala Anak Rantau

Ngh… pengen makan pempek.

Memang benar, yang paling dirindukan saat di luar Indonesia itu, adalah makanannya. Mau mahal, namanya merindu, pasti dibeli. Tapi, dengan status mahasiswa yang hanya bergantung hidup dari kiriman beasiswa, saya wajib bijaksana membelanjakan uang.

Pos yang bisa diakali untuk dihemat, biasanya makanan. Makan apa saja tidak masalah selama murah dan layak makan. Satu-satunya cara untuk irit, selain hadir di undangan makan gratis lalu pulang bawa bungkusan, adalah masak sendiri. Inilah kendalanya sebagai orang tak hobi masak, olahan makanannya hanya seputar rebus, tumis, dan goreng, tanpa variasi dan dengan bumbu seadanya.

Hingga suatu hari saya ngidam pempek.

Sebagai orang yang tinggal di Sumatra, pempek adalah makanan paling mudah dicari di Bengkulu. Di Jepang, mana ada yang jual. Harapan untuk makan masakan tanah air itu hanya pas acara kumpul-kumpul bersama komunitas Indonesia. Ibu-ibunya, pasti, satu dua, ada yang berbaik hati menghidangkan masakan khas nusantara, entah bakso, gorengan, opor, atau soto. Lumayanlah sebagai pengobat rindu. Tapi jarang sekali yang bikin pempek.

Mhm, bagaimana caranya saya bisa makan pempek? Terbayang sedapnya menghirup kuah pempek, atau biasa disebut cuko. Saya juga tidak paham jenis-jenis ikan. Apalagi di Jepang, pilihan ikannya tidak banyak, paling tuna dan salmon. Kurang yakin, saya bisa membuat pempek dengan ikan laut bernilai gizi tinggi tersebut.

Lama berpikir, akhirnya saya nekad membeli teri segar. Kalau di kita mungkin disebutnya teri basah. Itu, teri yang badannya masih putih bersih dan lembut. Ukuran terinya standar, bukan yang seimut teri Medan. Karena ini eksperimen, takut tidak terasa ikannya, saya beli dua bungkus teri. Tepungnya pakai tepung yang ada gambar rotinya. Itu pun hasil tanya-tanya teman yang biasa beli untuk membuat adonan kue. Selesai. Resep dan caranya, tinggal googling.

Untuk kuahnya, saya sudah membeli gula merah dari rekan Indonesia yang beberapa waktu lalu mendapat kiriman bahan makanan dari kampung halamannya. Waktu beli ini, saya memang sedang membayangkan pempek.

Singkat cerita, dari hasil browsing, inilah yang terjadi:

Bahan-bahan:

  1. ikan teri segar;
  2. terigu;
  3. air;
  4. garam;
  5. gula merah;
  6. bawang putih;
  7. cabe kering yang ditumbuk kasar (banyak dijual di toko).

Proses pembuatan:

  1. teri dibersihkan;
  2. teri yang telah bersih ditambah air secukupnya, lalu dihaluskan dengan tangan;
  3. tambahkan tepung sedikit demi sedikit hingga mendapatkan tekstur adonan yang diinginkan;
  4. tambahkan sedikit garam untuk menambah rasa gurih;
  5. bentuk pempek sesuai selera, lalu rebus hingga matang (pempek mengapung);
  6. Untuk kuah, rebus gula merah dengan air secukupnya, lalu masukkan cacahan bawang putih dan cabe kering, dan biarkan hingga mendidih.

Hasil:

  1. Teksturnya rapuh ketika dingin;
  2. Warnanya putih keruh dan ada bintik-bintik hitam;
  3. Rasa ikannya kurang terasa, tapi lumayan untuk first timer;
  4. Kuahnya keenceran, dan tidak pedas walaupun cabenya banyak.

Karena senang dengan hasilnya, langsung saya santap, mumpung masih lembut. Tapi, terkesan masih ada yang kurang, yaitu timun. Tak hilang akal, saya tambahkan katsuobushi, taburan yang biasa untuk topping takoyaki, yang tipis dan melayang-layang. Konon, ini terbuat dari tuna skipjack (ikan cakalang).

Maknyus!

Seharian, itu adalah menu makan siang dan malam saya. Sayang, ketika dingin, pempeknya kering dan rapuh. Heran, saya coba mengingat-ingat apa yang kurang. Oh, ternyata putih telur. Iya, seharusnya saya tambahkan putih telur agar adonannya menyatu.

Kalau kering, dimakan pun tidak bisa. Seperti makan tepung. Solusinya, untuk makan malam, pempeknya saya goreng, lalu dipotong-potong.

Lagi-lagi, saya merasa ada yang kurang, cuko pempeknya pun tinggal sedikit. Tahu sendiri, kalau kita di Sumatera, makan kuah pempek itu seperti minum air, dihirup. Mencoba kreatif, saya tuangkan saus sambal dan mayones sebagai cocolan. Jadilah sejenis batagor. Lagi-lagi, mencoba berkreasi, saya tambahkan abon yang memang saya bekal dari rumah.

Ah, ternyata lumayan bisa saya membuat pempek, gumam saya dalam hati. Meskipun hasilnya tidak memuaskan, yang penting rindu saya akan pempek terobati.

Referensi

  • manfaat.co.id/manfaat-ikan-teri

32 Replies to “Pempek Teri ala Anak Rantau”

  1. Wow pempek ikan teri, unik banget. Aku belum pernah bikin pempek, biasanya beli jadi aja nggak mau ribet haha

  2. Yg kurasakan pempeek di sini nggak pake ikan mbak. Pke telur hhee.. jadi pwnasaran pempek teri medannyaahhh

  3. Walaaah, malem-malem gini liat pempek. Udah gitu tadi sore rencana beli nggak jadi. Sempurna ngences deh, wkwkwk.
    Btw kreatif pisan ih Mbaknya. The power of kepepet ya Mba 😀

  4. Salam kenal, Relinda nee-san.
    Uda lama suka sama pengalaman warga Indonesia yg hidup di negeri orang.
    Rasanya pasti berat yaa…tp jadi challenge tersendiri.

    Sugoii, nee-san.
    Ganbatte ne..

  5. Waaa.. Inda kreatif sekali mengkreasikan bahan yang ada. Membaca ini membuatku terharu…
    AKu kok jadi bayangin anakku berkreasi macam ini demi menuntaskan rindu.. karena aku pun pernah begitu. begitu rindu pada jenis makanan yang tak ada di sekitar, sehingga mencukupkan bahan yang ada.

  6. Saya tidak berhasil membuat adonan pempek. Selalu lenyek. Ketika digoreng pun, menghabiskan jatah minyak goreng. Nggak tau kenapa.

    Sukses deh buat keberhasilannya.

    Salam dari penjualgorengan.

  7. Haha..chiip..can’t believe it! Tdny cr2 buat mpe2 pake ikan teri..ee ktmu link ini..pas dibaca si kurang meyakinkan hsil mpe2..trus pas scrol down..ee kaya kenal..trnyata sohib ane yg hobi nyengir.. bs bercerita di blog keyen gini..hihi..emejiiing chip, luv this blog!!

Leave a Reply to lianny hendrawati Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *