Setelah berkeliling di sekitar Jalan PM, daerah di depan Taming Sari Tower, tanpa sengaja saya membaca palang Le Village Guest House. Saya melihat penginapan ini dari belakang, sehingga saya pikir tempatnya tutup. Setelah jalan terus, baru saya menemukan pintu depannya, dan langsung masuk.
Lokasinya sangat mudah ditemukan. Ada jalan masuk yang cukup lebar, persis di seberang tulisan TAMING SARI yang ada di menaranya. Guest House ini persis berada di persimpangan, menyatu dengan bangunan lain, semacam barisan ruko, kalau di Indonesia. Tempatnya yang di sudut memudahkan kita untuk menemukannya ketika masuk ke jalan di depan Taming Sari Tower ini.
Walaupun dari luar penampakannya kurang meyakinkan, saya coba saja naik ke lantai dua, ke bagian resepsionis. Saat itu stafnya sedang di lantai atas, karena ada pemberitahuan di mejanya. Sebelum ke atas saya sempatkan diri melihat-lihat sekilas. Keadaanya seperti rumah biasa, dengan beberapa sofa dan televisi. Di salah satu sudut yang menghadap keluar, ada satu set sofa kayu yang alasnya berantakan, beserta meja.
“Hello…” panggil saya sambil berjalan ke atas.
Stafnya sedang membereskan kamar, dan saya langsung menanyakan dorm room untuk perempuan, tapi karena tidak ada, saya tidak masalah menempati kamar campuran. Dia pun mengajak saya masuk ke kamar yang sedang dibereskannya. Ada beberapa ransel di lantai, kasur dengan ranjang kayu yang seprainya tidak dirapikan, dan ada satu orang yang sedang berbaring sambil main handphone.
Bentuk kamarnya segitiga, bukan kotak, dan tempat-tempat tidurnya disusun menempel ke dinding. Sangat tidak nyaman, apalagi ketika diberitahu penghuninya pria semua. Langsung saya keluar dan menanyakan kamar lain. Diajaklah saya turun dan ditunjukkan private room untuk dua orang seharga RM25 dengan satu tempat tidur. Lumayan sebenarnya, tapi saya keukeh nawar, sampai akhirnya dia ngaku ada single private room seharga RM20 tapi sangat kecil.
Dari gelagatnya, sepertinya dia agak keberatan memberikan saya kamar RM20 ini, entah kenapa. Tapi karena saya maksa ingin melihat, dia pun mengizinkan saya untuk melihatnya sendiri, di depan kamar yang tadi sedang dia bereskan.
Ketika saya buka pintu kamar yang membuat saya penasaran tersebut, Woowww… saya langsung suka, dan langsung turun untuk bilang O.K.
Kamarnya memang kecil, bahkan salah salah satu dindingnya hanya tripleks. Tapi, untuk saya yang sekadar mencari kenyamanan tempat untuk melemaskan kaki pada malam hari dan meletakkan barang, kamar tersebut adalah surga.
Setelah seprai dipasang, kenyamanan kamar ini jadi terasa. Hanya ada satu tempat tidur busa di sana, kipas angin gantung di dinding, dan colokan listrik. Lalu lantainya berkarpet, dan ada meja kecil di samping tempat tidur. Itu semua sudah lebih dari cukup buat saya, walaupun kamar mandinya di bawah.
By the way, di lantai yang sama dengan kamar ini, ada dapur kecil. Dan ketika malam, saya mendengar ada yang sedang masak-masak. Saya curiga yang tinggal di sini itu mereka yang tinggal dalam waktu lama, entah untuk bekerja atau memang sedang ada perlu di Malaka.
Di sekitar sini tidak perlu khawatir kelaparan, karena banyak tempat makan, dan dekat dengan pusat perbelanjaan besar. Begitu pun jika ingin ke daerah gereja merah dan Jonker Street, tinggal jalan kaki lima menit.
kamarnya tampak nyaman sekali ya
Emang 🙂