Ujian Kesabaran di Perbatasan Malaysia dan Singapura

Merasa cukup menikmati kota kecil Malaka, saya beranjak menuju Singapura. Dari penginapan di Jalan PM 4, saya harus berjalan kaki sampai ke halte bus di depan Mall Dataran Pahlawan untuk menunggu bus Panorama 17 jurusan Melaka Sentral.

Setelah agak lama menunggu, busnya datang, dan rutenya memutar jauh. Untung sedang tidak diburu waktu, tapi lebih cepat sampai lebih baik, sebenarnya, karena perjalanan Malaka – Singapura itu sekitar empat jam, sementara saya masih ingin jalan-jalan di Singapura sebelum menyeberang ke Batam.

Sesampainya di terminal, saya masih harus mencari bus mana yang termurah dan segera berangkat ke Singapura. Dari semua loket yang menjual tiket ke Singapura, hanya satu yang berangkat jam 10, atau setengah jam lagi, yaitu 707 Travel Group. Harga tiketnya RM27. Ini lebih mahal dari tiket bus lain seharga RM25 dan RM26, tapi berangkatnya jam 11 siang. Saya lebih baik berkorban uang daripada berkorban waktu, mengantisipasi kalau-kalau di imigrasi nanti lelet. Malas kalau harus menunggu bus yang sama, yang entah jam berapa datangnya, atau keluar ongkos lagi untuk naik bus lain.

IMG_5163

Asyiknya beli tiket di sini itu, petugasnya bersahabat, seperti tidak ada persaingan antar armada. Penjual tiket yang berangkat jam 11 menyarankan saya untuk mencari-cari dulu loket yang busnya berangkat paling cepat. Saya tidak dipaksa untuk membeli tiket mereka, sehingga rasanya pun tenang berkeliling di terminal ini.

Bus yang saya pilih adalah bus dua tingkat. Bagian atas sepertinya diprioritaskan untuk diisi terlebih dahulu, karena semua penumpang mendapatkan tempat duduk di bagian atas. Formasi bangkunya dua satu, ukurannya lebar, terdapat sandaran kaki dan betis, serta ber-AC. Nyaman banget.

Perlu diingat, ketika membeli tiket, jangan lupa meminta kartu kedatangan/ kepulangan Singapura. Kalau lupa atau memang tidak tahu seperti kasus saya, bisa minta ke supir busnya. Saya ngeh belum punya kartu itu ketika ada penumpang lain datang sambil memegang kartu tersebut. Sebelum pegang itu kartu, saya sempat tidak tenang menunggu bus berangkat. Mengapa ini penting? Supaya bisa hemat waktu di imigrasi Woodlands, nggak ribet nulis-nulis lagi, langsung ngantri di pemeriksaan paspor, dan nggak ditinggal bus.

IMG_5166 - Copy (1280x960)
Kartu Kedatangan/ Kepulangan Singapura yang tidak boleh hilang

Perjalanan dari Malaka menuju Singapura ini melewati jalan tol, sehingga pemandangannya pun tidak jauh dari kebun sawit, karet, dan bukit-bukit kecil di pinggir jalan. Laju bus normal, tanpa macet, serta berhenti sekitar 10 menit di rest area.

Memasuki imigrasi Malaysia di Johor Bahru, Gedung Sultan Iskandar, semua penumpang diharuskan turun sambil membawa paspor. Barang-barang tidak perlu dibawa, tapi untuk amannya, ya diangkut saja barang yang dianggap penting. Dan karena ini keluar Malaysia, proses pemeriksaan paspornya relatif cepat, apalagi siang itu tidak terlalu ramai.

Ada kejadian unik di sini. Ketika berjalan kembali menuju bus, saya membaca petunjuk bertuliskan Platform A dengan panah ke kiri, dan Platform B dengan panah ke kanan. Karena bingung, saya ikuti saja bule yang satu bus dengan saya. Buat saya, mereka lebih gampang dikenali daripada sesama penumpang yang bertampang Melayu atau oriental. Di persimpangan lorong saya berhenti dan menoleh ke belakang karena bule yang saya ikuti juga berhenti, sama bingungnya harus ke mana.

“Mhm, how do we know where our bus?” celetuk bule lain di belakang saya, yang satu bus juga dengan saya. Di dekat kami ada penumpang dari bus lain yang sama-sama kebingungan harus belok ke mana.

Saya hanya tergelak. Dan setelah beberapa saat, jalan ke kiri menuju eskalator turun, karena banyak orang yang berjalan ke sana.

“So, we just go and look, right?” lagi, bule tadi bersuara. Dia berjalan di depan saya.

Di tengah-tengah eskalator, saya menunduk untuk mencari bus kami. Huray! Ternyata bus 707 Travel Group parkir tepat di bawah eskalator.

“Yeah, we won!” si bule berseru sambil menolek ke arah saya, yang saya balas dengan tersenyum lebar. Sebenarnya, kalaupun tadi belok kanan, kami akan tetap sampai di tempat yang sama, hanya tinggal melewati pagar pembatas saja kalau sudah mengetahui posisi busnya.

Selanjutnya, setelah penumpang lengkap, bus bergerak menuju Woodlands Checkpoint, imigrasinya Singapura. Di sini semua barang harus dibawa, dan bus hanya akan menunggu sekitar 30 menit, jadi tidak bisa santai.

Cerita geramnya… ketika sedang berjalan menuju counter pemeriksaan paspor, langkah saya dihentikan oleh petugas berseragam biru dongker yang sedang berjaga. Dia menanyakan apakah saya sudah mengisi kartu kedatangan, dan meminta paspor ketika saya hanya menganggukkan kepala.

“Are you alone?” tanyanya sambil menerima paspor yang saya berikan dan mengecek kartu kedatangan saya.

“Yes.”

“Where’re you going?”

“Singapore.” saya menjawab pertanyaan retoriknya.

“Please fill your address in Singapore.” Dia mengembalikan paspor dan kartu kedatangan saya. Dan perasaan saya mulai nggak enak.

“Please fill all empty boxes.” tambahnya ketika saya mentap kolom mana yang harus saya isi.

Karena tidak pegang alat tulis dan tidak mau buang-buang waktu dengan membuka tas, saya meminta pena kepada petugasnya. Dia pun tidak pegang, sehingga saya terpaksa berjalan ke meja pengisian. Baru beberapa langkah, saya dipanggil karena dia (mungkin) menemukan pena di sakunya.

“Where you stay in Singapore?” dia dan seorang temannya mengerubuti saya.

“I’m going to Batam.”

“Write Batam.”

Bingung. “Here? On my Address in Singapore?”

“From where you going to Batam?”

“Harbourfront.”

“Write Harbourfront.”

Saya menulis Harbourfront, lalu mendongak, dan mulai kesal karena khawatir ketinggalan bus.

“Do you go by bus?”

“Nghhm.”

“Please write you bus number.”

Untung saya ingat walaupun hanya sekilas. Ada gunanya juga saya memperhatikan nomor bus ketika tadi di Johor Bahru.

Hghghgh… gumaman kesal saya bisa terdengar jelas oleh mereka yang tetap tenang menunggui saya.

Setelah dianggap lengkap, baru mereka mengizinkan saya menuju petugas pengecap paspor.

Lagi-lagi, saya dibuat kesal.

“What’s your name?” tanya petugas sambil membuka paspor saya.

“Relinda Puspita.”

“Where are you going?”

“Batam.” jawab saya cepat.

Saya intip dia menuliskan “Batam” di kartu kedatangan saya, entah di bagian mananya. Lalu, paspor saya dibuka-buka.

“You came on 23rd, ngh?”

“Nghm.”

“Ada perlu ape di Singapore?”

“I wanted to go to Kuala Lumpur.”

“Mhmmm… Do you have ticket?”

Oh my God… Saya benar-benar kesal, sampai-sampai bukan hanya tiket ferry yang saya perlihatkan tapi juga kode booking Batam – Bengkulu yang ada di BBM. Untung semalam mesan tiket. Tadinya, saya belum tahu kapan akan pulang.

“So, you go to Batam today, and back to your home tomorrow.”

“Yeah.” saya sedang tidak mau bermanis-manis.

“So, sekejap saje di Singapore?”

“Ya, sekejap.” jawab saya, mulai ketus.

Mas… Mas… Kaallooo aja gua nggak ditunggu bus, udah gua layanin lu pada, batin saya. Benar, lho, karena kebetulan banget petugas yang tadi mencegat saya dan petugas cap paspor ini lumayan cakep dan masih muda. Tapi dasar belum jodoh.

Cklekcklek. Saya kembali resmi masuk Singapura, dan bergegas menuju scanner dan ke pangkalan bus.

Aaahhh… Dari eskalator, betapa plongnya saya saat melihat bus yang saya tumpangi sedang menepi. Mungkin supirnya harus ngantri lama juga di imigrasi, pikir saya. Untung tadi di dalam saya sabar, nggak mencak-mencak.

Di sini, beberapa penumpang ada yang turun di Woodlands, tetapi ada juga wajah-wajah baru. Ketika masuk bus, saya melihat sudah banyak ransel di barisan kursi bagian bawah, padahal tadinya kosong. Mereka ini, bisa jadi adalah penumpang yang ketinggalan bus, atau memang baru membeli tiket. Entahlah.

IMG_5171 - Copy (960x1280)

Perjalanan berlanjut hingga ke Queen Street, terminal bus, tempat semua penumpang turun. Hari hujan saat itu, sehingga saya kurang menikmati keadaan sekitar terminal, tapi yang pasti, lokasinya cukup dekat dengan Bugis+ dan Stasiun MRT Bugis.

Sekali lagi, penting banget punya alamat penginapan di Singapura walaupun belum tentu tidur di sana. Just in case kena random check seperti saya.

7 Replies to “Ujian Kesabaran di Perbatasan Malaysia dan Singapura”

    1. Dr JB Sentral kalo mau. Kemaren saya juga mau coba KTM Komuter tapi keabisan tiket. Baca deh, di post ttg Malaysia.

Leave a Reply to bukanrastaman Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *