Akhir Juni lalu, bersama beberapa rekan blogger dari beberapa kota di Indonesia, saya berakhir pekan menikmati wisata Purwokerto, ibukotanya Banyumas. Kami datang sebagai peserta Juguran Blogger 2019.
Tiga hari itu kami terpuaskan dengan diajak main dan makan di beberapa spot keren di Purwokerto dan sekitarnya. Tak disangka, kota kecil, yang cuma kelas kecamatan itu, bertabur tempat asyik, dan terasa sekali geliat ekonominya. Siapa tahu ada yang berencana jalan-jalan ke Purwokerto, itinerary selama di sana bisa ditiru.
Hari ke 1, Semalam di Grand Karlita Hotel
Ini adalah hari kedatangan para blogger. Kami datang di waktu yang berbeda-beda, bahkan ada yang tiba dari kemarin.
Saya sendiri datang dengan kereta kelas ekonomi, dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Sekitar jam 08.10 wib, kereta tepat berhenti di Stasiun Purwokerto.
Saya dan seorang rekan blogger dijemput oleh penyelenggara. Tadinya, saya pikir, supir yang menjemput kami adalah blogger lokal, ternyata mas-mas nebengers, sebuah aplikasi transportasi online yang dijalankan oleh anak-anak muda Purwokerto.
Pagi itu kami diajak sarapan empal gentong pinggir jalan, lalu mampir ke Titik Temu Homestay karena belum waktunya check-in di hotel yang akan kami inapi. Homestay ini bisa menjadi tempat menginap para backpacker, karena tarifnya sangat bersahabat.
Kami juga sedang menunggu beberapa teman yang sedang dalam perjalanan menuju Purwokerto. Setelah semua yang datang siang berkumpul, kami langsung beranjak ke lokasi makan siang.
Kami makan di Kangkung Bakar yang outletnya berada di Rita Supermall lantai 2. Walaupun judulnya kangkung, menunya nggak cuma kangkung. Ada makanan lain, seperti ayam, ikan, bebek, dan mi. Semua menu yang kami pilih siang itu tandas tak bersisa.
Dari sini, baru kami ke Grand Karlita Hotel, akomodasi yang khusus disediakan untuk peserta Juguran Blogger 2019. Saya kebagian kamar di lantai 8 dengan pemandangan Gunung Slamet.
Belum terlalu sore ketika kami datang. Masih ada waktu untuk berenang sebelum nanti ngobrol-ngobrol dengan General Manager hotel. Saya dan beberapa teman pun janjian berenang di kolamnya yang terletak di lantai 3.
Malamnya, setelah semua peserta kumpul, kami berangkat ke tempat makan malam. Kali ini menunya rada internasional, yaitu makanan Jepang all-you-can-eat di Gyudaq Japanese Bbq. Lokasinya cuma satu belokan dari hotel.
Setelah itu kami kembali ke hotel, dan beristirahat di kamar masing-masing. Besok agendanya padat merayap.
Hari ke-2, Keliling Banyumas
Bangun pagi dengan pemandangan semburat oranye di balik Gunung Slamet di seberang jendela, bikin pingin goleran aja terus. Tapi penasaan juga sama isi kotanya Purwokerto, jadi langsung bangun dan mandi.
Dengan membawa seluruh bawaan, kami turun menuju lokasi sarapan. Malam ini kami bakal camping.
Setelah mencicipi hampir semua menu makan pagi, kami menunggu jemputan di lobi. Kali ini rombongan kami bertambah dengan hadirnya dua orang utusan Qwords, penyedia jasa hosting yang familiar di kalangan blogger.
Dikira bakal naik bus atau nebengers lagi. Ternyata… surprise… tunggangan kami hari itu adalah mobil-mobilnya Nasmoco, show room mobil Toyota ternama di Purwokerto. Ada lima mobil berjejer menjemput kami, tapi yang saya ingat hanyalah Yaris, Rush, dan Fortuner, keluaran terbaru. Berasa main Fast and Furious.
Kami konvoi menuju destinasi pertama, Kalibagor, karena ada seminar literasi digital yang diadakan oleh Kemenkoinfo RI. Di sini ada spot wisata unik yang penuh kisah sejarah, yaitu saluran bawah tanah yang dulunya merupakan jalur limbah pabrik gula. Setelah dikuras bersih dan dihias, sekarang dapat dinikmati warga dan pengunjung lain.
Namanya Lorong Blothong. Dari luar terkesan gelap, tapi ada lampu kelap-kelip di langit-langitnya. Ukuran lorongnya pendek saja: Panjang: 80 m, Lebar: 2 m, dan Tinggi: 1,5 m. Saya bisa melenggang tanpa harus menunduk seperti teman-teman yang badannya lebih tinggi dari saya.
Lorong ini buka setiap hari, jam 08.00 – 17.00, dengan membayar tiket Rp5000. Bagian dasar terowongan dilalui air setinggi mata kaki. Demi keselamatan dan kenyamanan, pengunjung disarankan mengenakan helm yang terbuat dari potongan bola plastik, dan disediakan sandal jepit bagi yang enggan sepatunya basah. Jika ingin tahu kisah detil lorong berusia ratusan tahun ini, bisa minta ditemani pemandu. Hitung-hitung membantu warga setempat.
Desa ini juga dikenal sebagai penghasil payung kertas yang biasa digunakan untuk suvenir atau hiasan. Kami beruntung diberi kesempatan menguji keterampilan melukis payung kertas yang terbuat dari kertas semen. Di hari biasa, jarang-jarang bisa melihat para pengrajinnya, karena mereka bekerja sesuai permintaan.
Dari sini, kami melanjutkan perjalanan ke tempat makan siang, Resto Ikan Dewa di Desa Cilongok. Sebelum makan, kami mendengarkan paparan tentang ikan dewa yang istimewa itu. Sayang, kami belum kesampaian memakannya. Bayangkan, 1 ekor ikan dewa dibandrol jutaan rupiah. Bisa tekor pemiliknya. Sebagai ganti, kami disuguhi gurami asam manis. Lumayaaan.
Kami sempat berseloroh, seandainya makan ikan dewa, barangkali bakal nahan buang air besar beberapa hari. Mahal, soalnya. Sayang kalau langsung dibuang.
Setelah itu, kami diajak melihat tempat pembudidayaan ikan dewa. Letaknya di bagian belakang restoran. Tempatnya relatif kecil, tetapi selalu awas dijaga.
Pemandangan di belakang Resto Ikan Dewa sungguh memanjakan mata. Hamparan sawah dan perbukitan terpampang nyata dan luas. Asyik banget buat foto-foto.
Selesai di sini, destinasi selanjutnya adalah Kebun Kopi Langgongsari yang terletak di tengah kebun pepaya. Produk kopinya diberi nama Lo.lana Cofffea. Secara letaknya di tengah kebun, kedainya pun serupa warung bambu. Pengunjung silahkan memilih duduk di tikar, balai-balai, atau bangku yang terbuat dari tebangan pohon. Penganannya pun khas Purwokerto: tempe mendoan, getuk goreng, dan pecel.
Tempat ini ramai oleh berbagai komunitas kreatif, jadi bisa menambah teman dan pengetahuan kalau nongkrong di sini. Kami sendiri, berkesempatan mengenal komunitas cukil, yaitu seni menyamblon kaos secara manual menggunakan cukil. Tak lupa sebelum beranjak, kami juga ikut menanam beberapa bibit kopi.
Usai menikmati kopi beserta cemilannya, sore itu kami diantar ke Baturraden Adventure Forest untuk bermalam. Kami bakal tidur di tenda. Satu tenda isinya 2-3 orang. Di dalamnya sudah tersedia matras, bantal, dan sleeping bag.
Sebelum tidur, kami makan malam dulu, lalu dilanjutkan dengan hangat-hangatan di depan api unggun sambil bakar-bakar jagung dan sosis. Supaya menambah kehangatan, ronde juga disajikan lengkap dengan susu kentalnya.
Di areal makan inilah kami bisa ngecas handphone. Tapi jangan berharap ada sinyal, kecuali keluar dulu dari areal BAF.
Hari ke-3, Body rafting di Baturraden Adventure Forest
Pagi-pagi kami diajak jalan ke padang yang katanya tempat sapi perah mencari makan. Sayang, sapinya sudah berjalan jauh, sehingga kami tidak sempat berpapasan. Yo wes, hirup-hirup udara pagi dan foto-foto saja dengan latar Gunung Slamet yang menjulang cantik.
Dalam perjalanan, kami melewati tempat-tempat wisata yang terkenal di Baturraden, seperti Telaga Sunyi dan Hutan Pinus. Tapi karena masih tutup, saya cuma bisa berpose di depan gerbangnya. I was here ala-ala.
Sekembalinya ke base camp BAF, sarapan lontong telah tersedia. Setelah itu, saya dan beberapa blogger menjajal dinginnya sungai dengan ikutan body rafting.
Siapapun yang ikutan, wajib mengenakan rompi pelampung, helm, dan alas kaki (bukan sandal jepit). Gunanya agar badan, kepala, dan tangan tetap terlindung dari gesekan batu yang memenuhi sungai. Lumayan banget kalau kepentok. Lalu kami menuju aliran sungai yang ada di bawah jembatan, tempat kami hilir mudik dari tempat makan ke tenda.
Caranya cuma mengapung atau jalan kaki di sungai yang mengalir. Setiap ada turunan, baru meluncur dengan badan masing-masing. Cara meluncur tentunya sudah diajarkan. Turunan terakhir adalah yang paling menantang. Kalau biasanya kami tinggal menyilangkan tangan dan selonjoran, kali ini kaki harus ditekuk.
Tebing terakhir ini bentuknya tegak lurus, jadi ada ruang kosong antara bibir tebing, dengan genangan air di bawahnya. Posisi kami dibuat seolah terjun, tapi karena nggak tahu, ya ikut instruksi saja. Sadarnya pas dijalankan.
Seruuu! Terakhir, body rafting yang sesungguhnya. Bodi kami menyatu, seolah membentuk rakit (raft). Kita berbaris dan terlentang. Teman di belakang menaruh kakinya di paha teman di depannya. Kami berenam waktu itu, membentuk rakit menuju titik akhir, mengikuti arus. Posisinya terbalik, kepala yang maju, jadi nggak bisa melihat garis finish. Tapi tenang, sudah ada yang berjaga untuk mengingatkan.
Sebenarnya, ada satu tantangan lagi. Lompat dari tebing. Tapi kami sudah kecapaian. Kami lebih memilih balik ke camp.
Sampai-sampai di tenda, meja sudah penuh hidangan. Ada kopi, teh jahe, pisang goreng, jagung rebus, lalu menyusul tempe mendoan.
Toiletnya cukup bersih untuk mandi. Siang itu airnya tidak terlalu dingin di badan saya, sehingga kuat buat keramas.
Setelah beres-beres, kami menuju tempat terakhir acara Juguran Blogger 2019. Dengan mengendarai angkot carteran, kami menuju Sawangan, tepatnya ke Raja Soto Lama H. Suradi. Ini cabang yang di Sokaraja, dan merupakan soto legendaris di Purwokerto.
Keunikan soto di tempat ini adalah sambal kacangnya. Tapi kalau berasa nggak pedas, tinggal taburkan cabe bubuk di soto yang isinya lontong dan kecambah, serta pilihan daging berupa ayam, sapi, dan jeroan. Makyusss.
Sebelum pulang…
Meskipun sudah say see you next time dengan Juguran Blogger 2019, kereta saya masih nanti malam berangkatnya. Setelah rehat sebentar di hotel teman yang pulangnya besok, kami mengisi waktu dengan makan Bakso Pekih yang tenar di Purwokerto, lalu melintasi alun-alun kota yang ramai oleh warga.
seru yaaa acaranya, udah pamit-pamit eh kok masih ketemu lagi di bakso pekih 😀
sampai bertemu di Jakarta, Bengkulu atau kota-kota lain ya kak Inda
Sampai ketemu lagi, Ditaaa.
Seru ye Sob, seneg kalau bisa liburan terus, apalagi dengan teman-teman hehe
wah seru banget tampaknya
Kenyataannya juga seru banget.