Liburan Singkat ke Bandung

Asyiknya liburan di Bandung itu, bisa hemat budget penginapan. Saya punya Isni, kawan dari zaman kuliah yang menetap di sana. Dia tinggal sendirian, dan teman-temannya bisa bebas kapanpun untuk datang dan menginap.

Tujuan ke Bandung kali ini cuma pingin santai dari pulang trip, sebelum lanjut ke petualangan berikutnya. Meskipun sudah sekitar lima tahun meninggalkan Bandung, saya tidak minat bertandang ke tempat wisata kekinian yang lagi hits di sekitaran Lembang sana. Pasti macet.

Begitu sampai, ternyata rumah lagi ramai. Ada teman Isni yang baru dan yang lama saya kenal. Total, malam ini ada lima cewek dalam satu rumah.

Dipikir-pikir kini, tempo hari itu benar-benar tidak ada rencana apapun selama di Bandung. Semua yang terjadi adalah aktivitas random suka-suka hati, sesuai kebutuhan. Tapi, tetap asyik.

Jalan Braga

Lantaran hari Minggu, rencananya mau di rumah saja. Saya yang pingin dipijat, memesan tukang pijat secara online. Yang lain, ada yang masak, ada yang nonton film, dan ada yang lagi berkutat dengan ponselnya.

Waktu beranjak sore. Dua orang kawan bersiap pulang ke Jakarta karena besok harus kerja. Tapi kami tahan-tahan supaya besok pagi saja pulangnya. Sore ini kita main dulu.

Setelah pilih-pilih aktivitas, antara karaoke, nonton, dan nongkrong, terpilihlah nongkrong yang menang. Lagian lebih produktif karena bisa ngobrol sambil makan malam setelah lama tidak bersua.

Tempat yang dipilih adalah Jalan Braga. Cocok. Saya memang pingin ke sini.

Nongkrog di Braga
Nongkrong di Jalan Braga, landmark Kota Bandung

Benar adanya. Kami cuma duduk-duduk sambil membahas jodoh dan bisnis di sebuah tempat makan baru di Braga. Selepas magrib, ada yang masih pingin nyanyi, maka beranjaklah kami ke Braga Citiwalk.

Setelah itu kami jalan kaki mengitari trotoar sambil sesekali berhenti di spot yang dianggap unik. Terus pesan taksi online ke rumah. Pulang.

Bandung Indah Plaza dan Sekitarnya

Pagi-pagi, kedua teman sudah pulang. Tinggal saya yang belum ada kepastian mau ngapain. Niatnya cuma mau ketemu kawan sambil makan siang, dan main ke mal legendaris, BIP.

Di sebuah restoran kekinian di Jalan Progo, seorang teman sudah menunggu dengan istrinya. Kami memang janjian karena saya akan mengantarkan titipan barang. Lumayan asyik suasananya. Kopi susu dinginnya juga enak.

Dari sana, saya minta diantar ke pengiriman paket yang ada di daerah Taman Sari. Setelah itu saya jalan sendirian ke tempat penukaran uang di Jalan Djuanda buat bekal traveling akhir pekan nanti. Setelah uang didapat, saya naik angkot ke BIP.

Lapar dong, tapi maunya makanan ringan saja. Terus ingat tempat yang banyak jajanannya itu di depan BEC Jalan Purnawarman. Turun angkot langsung nyeberang, dan spontan kepikiran batagor.

Batagor khas Bandung
Seporsi batagor ala Bandung dalam dua versi

Begitu melihat gerobak batagor, otomatis pingin dua-duanya, batagor kuah dan batagor saus kacang. Untung mamangnya bageur (baik). Satu porsi harganya Rp10.000, isinya 6. Saya minta dibagi dua, setengah kuah, setengah kacang.

“Siap!” kata si mamang.

Kenyang dong. Setelah itu melipir ke BIP cuma pingin cuci mata. Mal ini tidak banyak berubah walaupun bagian luarnya makin luas dan lengang, serta jalan di depannya sudah ada pembatas yang bikin nggak bisa menyeberang sembarangan.

Merasa lelah, saya beranjak pulang, tapi makan mi claypot dulu di tempat yang banyak direkomendasikan travel blogger Indonesia, di Jalan Trunojoyo.

Jajan Lumpia Basah

Ngidam bubur ayam, tapi mamang yang biasa lewat depan rumah nggak bunyi-bunyi ketukan sendoknya. Daripada ngences, pesan online saja. Pesannya cuma satu karena Isni dan temannya nggak doyan bubur.

Sekitar jam 10an, naik angkot lagi ke BEC karena baru kepikiran buat servis handphone, mumpung di Bandung. Kalau di Bengkulu, tempat saya tinggal, belum ada service center untuk gawai yang saya punya.

Sebelumnya pingin makan dulu di kafe yang makannya sambil berendam kaki di kolam. Lokasinya dekat ITB. Begitu turun di depan Masjid Salman, saya melihat tukang lumpia basah. Mending makan ini, saya langsung ngebatin. Tapi sayup-sayup terdengar azan zuhur.

Lumpia khas Bandung
Lumpia basah khas Bandung yang bisa makan di tempat

Keluar dari masjid, langsung mendekati mamang lumpia tadi. Pesan yang pedas, dan ternyata sekarang bisa makan di tempat. Makannya beralaskan piring, bukan keresek seperti dulu, kecuali memang mau dibungkus.

Lima tahun nggak makan lumpia basahnya Bandung ini, saya nikmati setiap comotannya. Kesedapannya sangat terasa. Mungkin karena disantap sambil memandang gerbang kampus tercinta. Teringat masa-masa begadang bikin tugas. Yaaa, meskipun cuma kuliah setahun di sini, rasa cintanya seperti pernah kuliah lima tahun, kok.

Setelah itu naik angkot ke BEC dari depan RS. Boromeus. Masih ingat saya rute angkot di kota ini.

Tadinya, dari BEC pingin ke Pasar Baru. Tapi di luar hujan deras, jadi berteduh ke Gramedia. Sekalian, saya pingin mengulang masa lalu, yaitu membaca novel Harlequin yang bungkusnya sudah terbuka.

Hujan reda tapi hari sudah gelap. Sebaiknya pulang.

Nyobain steak dulu, tapi. Sudah dua orang teman yang bilang ada tempat steak baru dengan cita rasa enak. Lokasi terdekat dari BEC, ada di Dago. Dengan berjalan kaki karena mau menikmati hari terakhir di sini, saya menuju lokasi yang ternyata nggak sampai 10 menit.

Di warung steak, tapi pesannya ikan dori tepung. Mhm… soalnya cuma itu yang harganya paling pas sama isi kantong. Yang penting puas udah nyobain tempat makan baru enak di Bandung.

Ikan dori tepung di sebuah warung steak

Packing

Packing dan pesan fastfood yang nggak ada di kampung halaman saya. Isni dan temannya masih ke dokter gigi. Mereka tiba di rumah ketika saya selesai ngepak barang dan bersiap pesan taksi online.

Senang banget akhirnya bisa ke Bandung lagi. Kota ini belum banyak berubah. Saya datang bukan sebagai turis karena masa-masa kuliah S1 dan S2 dihabiskan di sini. Itu sebabnya saya kurang antusias datang ke spot liburan buatan yang ramai di Instagram.

Kangen Bandung yang adem dan hijau. Selalu terbayang jajanannya yang gurih. Kemana-mana naik angkot.

Begitulah keseruan liburan 4H3M saya di Bandung. Waktunya dihabiskan untuk bernostalgia dengan masa lalu.

Seandainya Mendapat Voucher OYO 70% 

Kalau nanti punya kesempatan liburan ke Bandung lagi, pinginnya menginap di tengah kota, biar gampang jalan-jalan. Kemarin dari tempat Isni di Ciwastra terasa banget jauhnya. Apalagi kalau pulang malam. Pesan ojek online lumayan mahal, sayang duitnya.

Nanti, saya mau menginap di OYO Hotels Indonesia yang sering bagi-bagi promo. Bayangkan, saya pernah kebagian promo 1000. Aneh tapi nyata, saya benar-benar cuma membayar seribu perak untuk tarif kamar. Berasa cuma beli permen.

Kali ini kabarnya OYO bakal memberi voucher 70% kepada pelanggan setianya. Lumayan banget, sisa dana akomodasi bisa dialihkan ke konsumsi, alias jajan dan shopping.

Saya berencana beredar di Pasar Baru dan sekitarnya, karena kangen jajanan di Jalan Cibadak. Kemarin niatnya pingin ke Museum Asia Afrika, karena selama tinggal di Bandung, belum pernah masuk melihat isinya. Ternyata Senin tutup. Mau ke sana lagi Selasa, malah lupa.

Selain itu, saya masih penasaran naik ke menaranya Masjid Raya Bandung di Alun-Alun. Pingin motret Bandung dari atas sana.

Makanya, buat hotel di Bandung nanti carinya di tengah kota dan gampang dicapai dengan transportasi umum. Kalau bisa di daerah Dago, kawasan favorit saya, lantaran banyak tempat makan dan gampang cari angkot.

OYO 167 Dago's Hill Hotel
Penampakan kamar OYO 167 Dago’s Hill Hotel (Sumber: www.oyorooms.com)

Setelah diintip-intip buat persiapan, saya kepincut dengan OYO 167 Dago’s Hill Hotel. Sudah ketahuanlah ya, lokasinya di mana. Kalau lihat foto-foto dan tempatnya, kamar hotel ini sepertinya mampu membuat saya malas bangun.

Tarif normalnya sesuai dengan fasilitasnya. Pun tidak terlalu menguras dompet, apalagi kalau mendapat voucher 70%. Bisa menang banyak ini.

Bandung, I’m coming!

OYO, I’m booking!

34 Replies to “Liburan Singkat ke Bandung”

  1. aku juga tiap ke bandung ogah ke tempat wisata kekinian. pernah ajak anak2 ke tempat wisata instagramable. olala ga tahan macet n antriannya. cuma sebentar tp ke sananya perlu perjuangan n boros waktu.

    cukup bahagia wisata napak tilas masa2 pacaran ama suami dulu. ke tempat2 makan yg sering kita datengin dulu. tempat jalan bareng. yah semacam itu 😀

  2. Kalo ke Bandung kadang bingung mau ke mana, padahal sebenernya banyak tempat wisata. Paling yaa nikmatin kulinernya yang banyak banget macemnya, hehe. Aku paling suka lumpia basah, apalagi kalo lagi main ke Gegerkalong deket UPI jajanannya mah juaraa!

  3. Wah, Kak. Ini ceritanya kemana kaki melangkah, di situ camilan disantap. Gitu, ya. Bandung memang menyenangkan untuk wisata kuliner. Tapi macetnya itu, lho. Suka bikin sebel.

  4. Bandung mah emang ngangenin, hehehe. Saya aja walau tinggal di Bandung rasanya nggak pernah habis keliling Bandung. Tiap minggu adaaa aja yang bisa dijadikan tempat mangkal dan foto-foto, hehe

    1. Bakwan malang, malah belum tahu. Dan lumpia legend di bandung aku malah belum tahu. Ini mah, lumpia basah gerobakan yang biasa mangkal depan kampus.

  5. Wah jadi napak tilas ya, bernostalgia di Bandung mengenang zaman kuliah, pasti banyak yang berubah karena perkembangan Bandung pesat terutama wisata kulinernya hehe..

  6. Kalo buat aku sih, menginap di hotel yang nyaman adalah bagian dari weekend getaway kak, malah nggak terlalu nyaman kalo nginep di rumah temen. Kecuali kalo rumahnya memang inepable.

    Btw masukan aja kak. Kalo memang weekend-nya mau dijadikan tulisan blog, coba saat jalan lebih aware dengan pendokumentasian dan informasi. Jadi ketika dituangkan dalam bentuk tulisan, bisa lebih tertata aja. Just saying. Semangat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *