Panduan Liburan ke Pagar Alam

Liburan ke Pagar Alam, akhirnya terwujud.

Kapan lagi, pikir saya. Toh, tidak ada hal yang menahan, khususnya urusan pekerjaan di kantor. Lebih-lebih saya sudah mendapatkan vaksin lengkap, plus booster.

Persiapan pun dilakukan dengan meriset hal-hal yang harus diketahui. Aaah… merencanakan solo trip seperti ini, rasanya, sudah lama tidak saya lakukan.

Senang, akhirnya bisa melipir sejenak dari kejenuhan di rumah saja selama pandemi. Buat yang berencana ke Pagar Alam dalam waktu dekat, ini, nih, panduan singkatnya, berdasarkan pengalaman pribadi.

Panduan liburan ke Pagar Alam
Liburan ke Pagar Alam, dekat dan singkat namun berkesan

Panduan Singkat Liburan ke Pagar Alam

Pagar Alam, sejujurnya, bukan daerah baru buat saya. Waktu kecil pernah ke sana, karena keluarga ibu saya pernah menetap di kota yang terkenal dengan Kawasan Wisata Gunung Dempo itu. Lalu mereka semua pindah ke Kota Bengkulu, dan saya tidak pernah lagi diajak mudik ke sana.

Kali ini, saya berangkat sendiri, murni sebagai wisatawan. Tidak ada rencana mengenang masa-masa kecil di sana. Inilah hal-hal yang perlu teman-teman ketahui jika ingin solo traveling ke Pagar Alam.

Transportasi

Transportasi antar kota

Saya berangkat dari Kota Bengkulu menggunakan travel antar alamat. Ini adalah cara yang paling mudah, aman, dan nyaman. Saya sengaja minta berangkat pagi, karena pingin tahu rute jalannya, dan tidak mau disorientasi kalau tibanya sudah gelap di daerah baru.

Sebenarnya, untuk jadwal keberangkatan, bisa didiskusikan dengan supir travelnya. Seandainya waktunya tidak cocok, bakalan dicarikan travel lain yang berangkanya sesuai dengan waktu yang diinginkan.

Seandainya datang dari daerah lain, mungkin ada juga travel atau bus. Sebelumnya ada pesawat terbang, tapi tidak tahu, bandaranya masih beroperasi atau tidak

Transportasi dalam kota

Sementara untuk moda transportasi dalam kota, tidak banyak pilihan. Saya menyewa motor, karena memudahkan mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain, khususnya ke spot wisata yang kebanyakan merupakan wisata alam.

Ada angkot, model angkot lama atau angkot pedesaan, yang penumpangnya harus ketok kaca kalau mau berhenti. Lalu, berdasarkan eksperimen saya, ada juga ojek online, seperti grab, tapi tidak saya gunakan selama di sana.

Berikut, adalah kontak travel dan rental motor yang saya gunakan:

Travel Bengkulu – Pagar Alam

Alwi Travel (supir: Wardi): 081387871331

Saya cocok dengan Pak Wardi karena nyetirnya nyaman, dan yang paling penting, dia tidak merokok. Selain itu, jadwal keberangkatannya pagi: jam 08.00-an sudah mulai penjemputan, sehingga sekitar jam 09.00 wib sudah bisa berangkat. Kalaupun mau berangkat siang atau sore, bisa dibicarakan.

Ongkos Bengkulu – Pagar Alam adalah Rp110.000/ orang. Tapi, kalau tujuannya di sekitar perkebunan teh, ongkosnya nambah jadi Rp120.000.

Rental Motor di Pagar Alam

Yayan: 0822-7921-5310

Yuli: 0852-1049-9539

Mereka itu bukan pemilik rental motor, tapi orang-orang HPI (Himpunan Pramuwisata Wisata/ guide Indonesia) di Pagar Alam. Saya dapat kontaknya dari pemilik penginapan saya.

Akomodasi

Saya memilih menginap di Kanawa Gusthouse yang belokasi di pusat kota, tepatnya di daerah Pasar Dempo. Pertimbangannya, penginapan ini memiliki rooftop dengan view gunung dan bukit barisan.

Selain itu, tarif penginapan di pusat kota lebih murah daripada akomodasi di sekitar kawasan Gunung Dempo, apalagi yang langsung dikelilingi perkebunan teh. Mending uangnya dipakai untuk hal lain.

Tidak banyak, memang, informasi mengenai penginapan di Pagar Alam jika dicari di Internet. Namun teman-teman tetap bisa menemukannya melalui aplikasi pemesanan hotel. Bisa juga kontak langsung penginapannya untuk mendapatkan harga yang lebih murah.

Kontak langsung akomodasi ini bisa didapat melalui artikel di Google, atau media sosialnya. Namun, lagi-lagi, seandainya mau nekad go show, pingin penginapan yang lokasinya dekat dari kawasan Gunung Dempo, bisa langsung mengarahkan kendaraan ke sana.

Dalam perjalanan ke Kawasan Wisata Gunung Dempo, saya melihat banyak hotel, losmen, dan homestay, bahkan toko oleh-oleh, berjejer di kiri-kanan jalan yang dekat dengan gerbang masuknya. Jadi, kalau mau langsung datang, sepertinya, bisa saja, tanpa harus booking dulu.

Inilah penginapan saya selama 3 hari 2 malam di Pagar Alam:

Kanawa Guesthouse

Jl. Serma Wanar, Pagar Alam (seberang bioskop lama di Pasar Dempo)

Telp. 0813-9298-8887

Tarif kamar standarnya Rp200.000, plus sarapan, dan bebas meengambil air minum, bahkan bisa seduh kopi dan teh sendiri. Lalu dari sore sampai malam, pemiliknya membuka angkringan dengan menu berbeda-beda setiap malamnya, jadi nggak repot cari makan malam.

Satu kamar bisa untuk berdua. Namun tersedia juga kamar yang lebih besar dengan kapasitas orang yang juga lebih banyak, seandainya datang bersama teman dan keluarga.

Konsumsi

Kebiasaan traveling yang makan hanya ketika lapar, ternyata, tetap berlaku, meskipun sekarang saya rajin bikin konten kuliner. Kalau sudah jalan-jalan, mengunjungi satu tempat ke tempat lain, nggak kepikiran jajan, apalagi sudah sarapan di guesthouse, dan membawa sedikit bekal di tas.

Itulah yang terjadi selama saya di Pagar Alam. Mencari makanan tidaklah sulit, karena lokasi penginapan saya di daerah pasar. Lalu pada malam hari ada angkringan yang menjual berbagai makanan. Alhasil, tidak ada kuliner lokal khas Pagar Alam yang saya cicip.

Katanya, sih, selain masakan khas Sumatra Selatan, seperti pindang, pempek, dan sejenisnya itu, Pagar Alam terkenal dengan ikan kuah kuning yang bisa ditemui di rumah-rumah makan. Entah kenapa, seharian eksplorasi Pagar Alam, saya tidak punya niatan masuk warung nasi. Jajannya cuma pas di Bukit Rimau dan di sekitaran penginapan.

Mungkin, perlu tambah satu hari lagi, nih, khusus untuk hunting kuliner. Kapan, ya, ke sana lagi?

Alasan mudah mencari makan ini jugalah yang menjadi pertimbangan saya lebih memilih bermalam di pusat kota, dibandingkan di daerah sekitar gunung. Bisa, sih, mau pindah hotel, misalnya, semalam di kota, semalam di sekitar kebun teh, tapi ribet, aah.

Keliling Kota

Sayangnya, saya cuma punya waktu sehari untuk berkeliling Kota Pagar Alam. Otomatis, tujuan utamanya cuma Bukit Rimau dengan ikon tulisan PAGAR ALAM raksasa itu.

Ke sanalah tujuan utama saya. Setelah sarapan dan mendapatkan motor sewaan, saya bergegas ke sana. Sungguh mudah rutenya. Puncak Gunung Dempo yang terkadang tertutup awan berdiri kokoh di depan mata, seolah menjadi petunjuk jalan.

Jalurnya memang menanjak dan berliku, tapi kondisi jalan yang mulus, tidak akan menyulitkan pengunjung. Saya salah ambil jalan waktu itu, sehingga bertemu jalan berbatu. Untunglah ujungnya tetap sama, meskipun tidak berpapasan dengan satu orang pun, kecuali para pemetik teh.

Pulangnya saya mengikuti jalan beraspal dengan garis putih di tengah. Tidak ketemu lagi, tuh, jalan rusak, bahkan berpapasan dan berbarengan dengan banyak pengunjung.

Pokoknya, kalau yang baru pertama ke Pagar Alam dan mau ke Bukit Rimau atau Tugu Rimau, ikuti saja jalan beraspal. Begitu di pertigaan, lihatlah petunjuk jalan, dan pilihlah Jl. Rimau. Saya baru tahu ini ketika jalan mengarah pulang. Hehehe…

Tapi, ya, meskipun naiknya sendirian di jalan rusak. Nggak ada takut-takutnya, tuh. Maksudnya khawatir sama orang jahat. Mungkin karena hati riang, dan bisa bebas berhenti mau foto-foto di spot manapun.

Hamparan perkebunan tehnya benar-benar memanjakan mata, apalagi saat melihat panorama Kota Pagar Alam dari ketinggian. Wajar saja, waktu tempuh yang sebanarnya bisa kurang dari satu jam itu, bisa lebih lama, karena terpesona pemandangan alamnya.

Kalau diajak balik lagi ke Pagar Alam, saya mau banget. Masih banyak destinasi wisata alamnya yang belum saya sambangi. Kota ini, kan, juga terkenal dengan banyak air terjunnya, dan saya tidak sempat mengunjungi salah satunya.

Selain Kawasan Wisata Gunung Dempo dengan Bukit Rimau, di sepanjang jalan menuju puncak yang dulu pernah digunakan sebagai spot olahraga paralayang pada PON Sumatera Selatan tahun 2004 itu, terdapat banyak tempat-tempat wisata, seperti taman-taman dan air terjun. Saya kurang tertarik pada tempat semacam itu.

Saya cuma berhenti di Tangga 2001 yang ternyata cetek banget. Tangganya sangat bersahabat pada lutut: lebar dan lagi-lagi, dikelilingi kebun teh dan pemandangan gunung di kejauhan.

Kawasan Tangga 2001 ini juga dikenal sebagai Kawasan Wisata Gunung Gare. Di sekitarnya terdapat beberapa penginapan, dekat dengan area perkantoran, dan ada kawasan medan magnet.

Saya sempat menghentikan motor di jalan yang berada di daerah medan magnet, tapi tidak merasakan tarikan apapun. Apakah harus pakai mobil, untuk bisa merasakannya?

Dari sini, ke pusat kota, mungkin cuma sekitar 10 – 15 menit berkendara. Kalau punya kesempatan ke Pagar Alam lagi, mungkin saya akan menginap di sekitar sini, karena banyak pepohonan.

Well… kapan mau ke Pagar Alam?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *