Merindu Lembah Baliem, Ekowisata Kaya Budaya di Tanah Papua

If I could buy you a ticket, where do you wanna go?

Berharap banget ada Mr. X yang berbaik hati menawarkan tiket pesawat gratis seperti pengalamannya Trinity. Nggak usah jauh-jauh keluar negeri, deh. Saya cuma pingin ke Lembah Baliem di Papua.

Dulu, pernah ikutan lomba yang hadiahnya menyaksikan Festival Lembah Baliem. Sayang, belum rezeki. Mau pakai modal sendiri, lumayan menguras kantong, karena saya berangkatnya dari Bengkulu.

Lembah, pasti bayangannya adalah hutan lebat dan perbukitan. Sepi. Misterius. Seram. Tapi justru itu yang saya suka. Sebagai warga pesisir, saya doyannya main ke dataran tinggi yang hawanya adem-adem segar.

Saya ketagihan endorfin yang diproduksi tubuh akibat melangkah naik-turun bukit, menyusuri hutan. Keringat sehat, kalau istilah saya. Saat lelah berjalan, tinggal duduk, menengadah, dan biarkan paru-paru mengirup oksigen murni yang bertebaran.

Alasan inilah yang membuat saya menyukai konsep ekowisata yang belakangan marak dicanangkan oleh sektor pariwisata. Berada di tengah alam terbuka adalah liburan favorit saya.

Lembah Baliem adalah destinasi wisata hijau super luas yang paling ingin saya sambangi di Papua. Medannya bisa dibilang menantang untuk dijamah, apalagi oleh gerombolan anak alay pengejar spot instagrammable. Bisa dipastikan suasananya sedamai apa.

Kalau lihat foto-foto Lembah Baliem di internet, pemandangannya hijau semua. Bentangan luas yang dikelilingi jajaran bukit berhutan lebat. Kesannya tidak ada manusia. Padahal… tersimpan banyak pesona alam dan budaya yang akan membuat mata terbelalak.

Pesona Lembah Baliem sebagai Destinasi Ekowisata

Konon, pada 23 Juni 1938, seorang ilmuwan bernama Richard Archbold asal Amerika Serikat, melintas di atas pegunungan wilayah Papua. Dari udara, dia merasa terhipnotis dengan hamparan hijau di bawahnya. Menurut dia, lembah tersebut seperti dalam lukisan, jadi ia ingin menginjakkan kaki di sana.

Setelah itu, ada tim ekspedisi lain yang mendatangi lembah ini. Sampai akhirnya Lembah Baliem dikenal oleh banyak penjelajah dunia.

Lembah ini berada di ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut. Dibelah oleh Sungai Baliem yang berarus deras, dan menjadi sumber kehidupan para penghuninya.

Suku Dani

Lembah Baliem merupakan tempat tinggal Suku Dani. Suku asli pedalaman Papua ini sudah dikenal hingga ke mancanegara lantaran eksotisme penduduk dan keunikan adat istiadatnya.

Mereka seolah memiliki dunianya sendiri. Kehidupannya persis seperti dalam cerita prasejarah yang menggantungkan hidup pada alam. Perkakas sehari-harinya terbuat dari batu dan tulang hewan.

Kebiasaan kaum pria dan wanita Suku Dani (Sumber: EcoNusa)

Cara berpakaiannya pun hanya menutupi area pribadi dengan bahan-bahan alami. Kaum pria mengenakan koteka atau biasa disebut holim, sebuah benda terbuat dari kulit tanaman labu air yang menutupi alat vitalnya dengan pengikat yang melingkari pinggang. Para wanita biasa terlihat bertelanjang dada dengan bawahan dari rumput atau serat pakis yang disebut sali.

Mereka sering membawa babi atau hasil panen dengan tas yang terbuat dari anyaman. Namanya noken dan sering diikatkan di kepala.

Sumber makanan didapatkan dengan cara beternak dan bercocok tanam. Babi adalah hewan yang penting bagi mereka. Bahkan ada tradisi memasak babi di atas batu panas yang dikenal dengan istilah bakar batu. Biasanya dicampur juga dengan ubi dan sayuran lain, dan lazim diadakan pada acara-acara khusus.

Perangai orang-orangnya dikenal keras. Perawakan prianya besar, berkulit gelap dengan coreng di wajah, serta sorot mata tajam. Saking gaharnya, mereka cenderung gemar berperang.

Dikelilingi rimba belantara membuat mereka harus selalu awas pada sekitar. Di balik itu, mereka tetap manusia biasa yang memiliki sisi lembut.

Layaknya wajah timur Indonesia, Suku Dani dikenal ramah dengan senyum manis yang menampakkan gigi putihnya. Mereka juga memiliki jiwa seni, ada yang gemar menari dan bernyanyi.

Jika datang pada hari-hari biasa, jarang-jarang bisa bertatap muka langsung dengan Suku Dani. Mesti jalan kaki menerobos hutan untuk sampai ke perkampungannya. Lagian, sekarang sebagian sudah ada yang mengenakan pakaian biasa.

Banyak kebiasaan Suku Dani yang berbeda dari tempat lain. Salah satu yang membuat kita, barangkali, menahan napas, adalah tradisi potong jari atau iki palek. Ini sebagai lambang duka cita karena kehilangan anggota keluarga. Misalnya ada dua orang yang meninggal, maka ada dua jari yang dipotong. Sedih, tapi itulah Suku Dani, dan ini telah dijalankan mereka turun temurun.

Cara Suku Dani berduka (Sumber: EcoNusa)

Entah keunikan apa lagi yang ada di Suku Dani. Seandainya bertemu, saya juga belum kebayang akan bagaimana. Entah kapan bisa bertemu.

Tapi jangan khawatir, bagi yang punya keinginan seperti saya, ada event khusus yang memungkinkan perjumpaan dengan mereka. Bahkan ramai dengan suku-suku lain di Papua. Mereka datang lengkap dengan atribut suku dan gelaran seni budaya.

Festival Lembah Baliem

Festival Lembah Baliem adalah acara tahunan yang diadakan selama tiga hari berturut-turut setiap bulan Agustus di Bukit Baliem, Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Berawal pada tahun 1989, ini cuma atraksi perang adat antar suku, yaitu Dani, Lani, dan Yali.

Tidak hanya keseruan perang-perangan antar suku, festival ini juga menyajikan pertunjukan seni budaya khas Papua. Ada tarian, nyanyian, musik, kuliner, dan ukiran yang bisa dijadikan suvenir.

Di sinilah pengunjung yang katanya lebih diramaikan oleh turis asing itu bisa berinteraksi langsung dengan banyak suku di Papua. Mereka tampil lengkap dengan koteka, taring babi, tombak, dan berbagai aksesori perang yang menunjukkan siapa mereka.

Beberapa atraksi di Festival Lembah Baliem (Sumber: www.festivallembahbaliem.id)

Surga banget buat lensanya para fotografer, videografer, bahkan pemburu konten. Saya, karena bukan ketiganya, lebih memilih menatap dengan mata telanjang, ikut-ikutan nari, mencoba ngobrol dengan mace dan pace, atau warga setempat. Lalu sesekali mengabadikan momen dengan kamera ponsel.

Seandainya kesampaian, ini bakal menjadi pengalaman istimewa, mungkin sekali seumur hidup saya. Sekalinya ke Papua, langsung ketemu banyak suku asli Papua dalam kemeriahan Festival Lembah Baliem yang mendunia.

Aah, semoga benaran ada Mr. X yang baca tulisan ini. *wink

Melihat panorama dan kearifan lokal yang berada di Lembah Baliem, jelas-jelas ada hubungan simbiosis mutualisme antara alam dan manusia. Keduanya saling membutuhkan agar tetap hidup dan lestari. Terciptanya harmonisasi alam dan manusia seperti inilah yang menjadi misi…

EcoNusa Foundation

Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan atau EcoNusa Foundation merupakan lembaga nirlaba yang giat melakukan sosialisasi, edukasi, dan advokasi bidang lingkungan hidup. EcoNusa menjembatani warga lokal dan berbagai pemangku kepentingan di kawasan Indonesia Timur agar menerapkan konsep pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat. Tujuannya, tidak lain, demi kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.

Inilah sebenarnya semangat yang ada dalam konsep ekowisata. Semua pihak terlibat. Penduduk lokal dan pengunjung sama-sama memiliki peran dan rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan sebuah destinasi, khususnya destinasi wisata.

Untuk Papua, siapa yang tidak kepincut mengunjungi Papua.

Referensi:

  • https://pesona.travel/keajaiban/1472/lembah-baliem-rumah-pejuang-dani-di-jantung-papua
  • https://pesona.travel/keajaiban/156/koteka-penanda-suku-dan-simbol-kedewasaan-pria-papua
  • https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/dani-sang-penghuni-lembah-baliem
  • https://www.pesonaindo.com/tours/festival-lembah-baliem-wamena/
  • https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1917163/lembah-baliem-harmonisnya-alam-papua-dan-suku-dani
  • https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190724143140-269-415088/hikayat-singkat-lembah-baliem

33 Replies to “Merindu Lembah Baliem, Ekowisata Kaya Budaya di Tanah Papua”

  1. Kayaknya seru ya jalan-jalan ke tempat yang tidak pernah dikunjungi sebelumnya. Berharap juga punya kesempatan seperti itu suatu saat nanti..

  2. Wow beneran nahan nafas rada heran, potong jari lo ya.. bukan kuku :(. Tradisi yang unik sih, bis bayangin gimana bagusnya lembah Baliem dengan dan yang pasti keindahan alam Papua, semoga tercapai mbak… Biar bisa cerita banyak tentang papua 🙂

  3. Bangga banget akutu di Indonesia ada Papua, selain menjadi salah satu wilayah konservasi terbaik dunia, masyarakat dan pesona alamnya pun unik dan menarik. Tugas kita sekarang adalah tetap menjaganya.

  4. Woww, aku ketagihan baca tulisannya dan berharap lebih panjang lagi. Menarik mengikuti cerita orang yang tau banyak ttg Papua.

    Ttg tradisi potong jari itu koq mengerikan yaa, huhu. Berarti kisah Denias, Senandung di Atas Awan itu dari Suku Dani ya.

  5. Sayang sekali gambarnya kurang mbak, jadi saya enggak terlalu bisa membayangkan lembah baliem yang indah, hehehe. *piss
    Btw, di tengah suasana covid gini jadi mupeng pengen rekreasi deh

  6. Sungguh memesona Lembah Baliem ini ya, Mbak Inda. Dan saya seumur-umur belum pernah ke sebuah lembah yang memang masih sangat alami. Jadi ingin sekali ke Papua menikmati pesona alamnya, termasuk ke Raja Ampat. Semoga saya bisa segera berkunjung ke negeri Cendrawasih itu. Aamiin.

  7. waaa harapan banget bisa mengunjungi dan juga explore lembah Baliem ini, pokoknya Papua itu beneran jadi destinasi hijau dan kita sebagai traveller harus jaga kelestariannya juga

  8. Saya jadi membayangkan nih, menikmati Lembah Baliem yang sangat indah dan penuh pesona. Serta kearifan lokal yang masih tetap terjaga hingga kini.

    Dan semoga langkah-langkah EcoNusa Foundation berhasil untuk menjembatani antar warga dan pemangku kepentingan, serta ekosistem di Indonesia Timur juga terjaga dg apik.

  9. Papua memiliki pesona keindahan yah,siapa pun yang dikasi kesempatan menginjakkan kaki kesana pasti senang. Aku pun pengen bisa sampai di Papua tapi budget lumayan gede kesana. Btw, aku pun baru mengetahui tentang lembah baliem ini, menarik sekali sebagai ekowisata yah.

  10. Selalu penasaran sama keunikan alam Papua. Makanya dari dulu tuh Papua selalu memenangkan hati aku untuk dikunjungi walau belum sempat. Tradisinya tuh beda. Dan makasih banyak untuk EcoNusa yang udah memerhatikan keseimbangan alam Papua.

  11. Suku Dani, salah satu suku yang sering kubaca kesehariannya. Papua ini memang salah satu tempat yang ingin kudatangi, banyak tempat menarik terutama mengenai budaya yang ingin kupelajari dari mereka, penasaran sekali dengan bagaimana budaya mereka dan belajar mencintai Indonesia dari mereka

  12. Aku baru imut ngebayanginnya aja kayaknya happy banget Mbak kalo bisa main kr sana.

    KLo di Lampung ngeluyur diperbukitan masih banyak lokasinya, di Surabaya udah agak susah

  13. Aku juga pengin ke sana kak ngeliat alam dan masyarakatnya secara langsung, terutama melihat langsung pembuatan noken. Kece banget dan harganya warbiasaah 🙂

  14. Gak kebayang deh kalau bisa berkunjung ke Papua. Pasti seru sekali karena bisa melihat langsung keindahan alam yang jarang di temui di bagian manapun di Indonesia. Terlebih di Raja Ampatnya dengan surga bawah lautnya. Air terjunnya juga masih banyak banget yang alami.

  15. baca artikel ini dan baru tau ada yg namanya lembah baliem

    trus aku agak bergidik bulu ditubuh baca tentang tradisi potong2 itu kak,, wiiiiewww,, emang kalau adat itu meski terlihat ngeri ttp bikin kuat daya tariknya..

  16. Membahas ekowisata dan kebudayaan di Lembah baliem Papua jadi teringat lirik lagu musisi kondang tanah air. Yang lirik lagunya
    Aku gak perlu uang ribuan. Yang aku mau uang merah cepe’an. Aku gak butuh kedudukan. Yang penting masih ada lahan ‘tuk makan

    Semoga tetap lestari alamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *